Di Restoran Sederhana Kayuagung, Kamis (7/11/2019) berlangsung kegiatan yang tidak biasa di Kabupaten OKI. Sekitar 30 orang Ibu-Ibu yang hampir semua pengusaha UMKM makanan, utamanya pempek sosialisasi proses pendaftaran sertifikasi halal dan pendaftaran merk (Hak aras Kekayaan Intelektual (HKI) yang difasilitasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI).
Tim pengabdian masyarakat FH-UI dipimpin Farida Prihatini, SH, MH, CN mengatakan, program tang dilakkukan FH-UI sebagai wujud kepedulian Universitas Indonesia terhadap pemberdayaan pengusaha UMKM dan penguatan ekonomi kerakyatan.
Sumatera Selatan dipilih karena provinsi ini memiliki geliat perekonomian yang dahsyat. Lalu, Kabupaten OKI dipilih karena banyak pengusaha UMKM makanan disini, namun perlu lebih banyak mendapatkan penguatan dan pencerahan dari sisi daya saing produk UMKM.
“Kegiatan UMKM di Sumsel, khususnya di Ogan Komering Ilir cukup menggeliat sehingga harus diedukasi bagaimana produk dagangan masyarakat memiliki hak paten dan terdaftar,” katannya.
Ketua LPPOM MUI Sumsel, yang sekaligus dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Dr Ir Tri Wardani Widowati juga ikut memberikan pencerahan tentang sertifikasi halal kepada Ibu-Ibu Tangguh ini.
“UU Jaminan Produk Halal telah berlaku sejak tahun 2014 di Indonesia dan pada Oktober 2019 ini seluruh produk makanan di Indonesia seharusnya sudah wajib tersertifikasi halal. Namun pemberlakuannya dilakukan secara bertahap. Berhubung infrastruktur dan kelembagaan dari proses sertifikasi halal ini dalam proses penyempurnaan, maka sampai dengan bulan Oktober 2024 belum akan dikenakan sanksi bagi yang melanggar-nya,” ujar Tri Wardani.
Farida Prihatini menambahkan, sertifikasi halal ini tidak sekedar kewajiban agama maupun kewajiban negara, namun juga untuk meningkatkan daya saing produk. “Halal itu tak sekedar produk yang mengandung babi, namun juga produk yang berdaya saing tinggi, bersih, hygiene, enak, dan juga terjaga dari zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan.
Kalau produk pempek Ibu-Ibu tersertifikasi halal, akan lebih mudah memasarkan-nya ke Jawa dan ke negeri-negeri jiran yang masyarakatnya lekat dengan standar halal,” tukas Farida.
Produk UMKM dari ibu-ibu pengusaha di OKI ini memang rata-rata pempek atau kerupuk kemplang. Namun amat sedikit dari produk mereka yang sudah tersertifikasi halal. Juga masih banyak yang belum memiliki ijin IRT- P (Industri Rumah Tangga Pangan) dari Dinas Kesehatan setempat. Padahal mereka sudah banyak menjual produknya baik offline maupun online. Uniknya, tidak semua mereka adalah murni pengusaha. Setengahnya berprofesi sebagai guru, perawat, bidan, PNS, ibu rumah tangga, dan karyawan swasta.
Selain sertifikasi halal, Tim Pengabdian Masyarakat dari FH-UI juga memberikan pencerahan terkait Merk dan Pendaftaran Merk sebagai bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). Pasalnya, produk pempek yang dibuat dan dipasarkan ibu-ibu pengusaha UMKM ini hampir seluruhnya tak memiliki merek yang terdaftar di Ditjen HKI Kemenkumham.
“Merk yang terdaftar itu amat penting sebagai penanda identitas produk, sebagai pembeda dengan produk lain, melindungi dari pembajakan dan untuk mendapatkan perlindungan dari hukum negara,” papar Heru Susetyo, PhD, anggota Tim Pengabdi dari FH-UI yang mendapat giliran presentasi tentang urgensi merk.
Di lokasi yang sama, sebagai wujud komitmen Tim Pengabdi FHUI untuk pemberdayaan UMKM, dilaksanakan pendampingan langsung oleh LPPOM MUI Sumsel terhadap pengusaha UMKM OKI yang berminat dan memenuhi syarat untuk mensertifikasi halal-kan produk pempek-nya.