Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ke-96, Bidang Studi Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan FHUI mengadakan Public Lecture dengan mengundang Prof. mr. dr. M. A. H. van der Woude dari Van Vollenoven Institute Leiden University untuk berbicara mengenai “Studying Law in Society: An Interdisciplinary Endeavor”.
Acara ini diadakan pada tanggal 5 November 2020 pada pukul 16.00 – 18.00 WIB. Acara dibuka oleh Dekan FHUI, Dr. Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M dan didahului dengan Pengantar Singkat yang disampaikan oleh Prof. Sulistyowati Irianto selaku Ketua Bidang Studi Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan FHUI. Acara dimoderatori oleh Theresia Dyah Wirastri, Ph.D, dosen dari Bidang Studi Hukum, Masyarakat dan Pembangunan FHUI.
Dalam pembukaannya Dekan FHUI menyampaikan mengenai hubungan kerjasama antara FHUI dengan Leiden Law School dan Van Vollenhoven Institute Leiden University yang sudah terjalin selama beberapa decade. Berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, konferensi, dan pertukaran dosen telah dilakukan dalam kerjasama tersebut.
Prof. Sulistyowati Irianto dalam pengantar nya menyampaikan tantangan bagi fakultas hukum agar bisa menghasilkan lulusan yang responsif terhadap tuntutan rasa keadilan masyarakat yang terus berkembang karena kemajuan sains dan teknologi digital. Kurikulum hukum harus terbuka terhadap studi hukum interdisiplin seperti Law and Society (tradisi Amerika) atau Socio-Legal Studies (tradisi Eropa), yang sudah lama dikembangkan. Supaya menjadi sarjana hukum yang memiliki nilai tambah, para lulusan harus memiliki pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan. Hal demikian juga disampaikan seorang hakim dari Mahkamah Agung Belanda, bahwa hakim yang baik adalah yang menguasai pengetahuan tentang hukum dan masyarakat.
Studi hukum interdisipliner juga mendapatkan dasarnya dalam epistemology hukum, dan pada masa modern, handbook teori-teori hukum juga memuat pandekatan teoretis “baru” yang keluar dari tradisi Positivisme Hukum. Pendekatan Hukum Kritis (Critical Legal Studies), dan Pendekatan Hukum Berkeadilan Perempuan (Feminist Jurisprudence) hanyalah dua di antaranya yang dapat disebutkan.
Kurikulum hukum yang terbuka akan memperkaya ilmu hukum itu sendiri secara teori maupun metodologi, dan akan menghasilkan lulusan hukum tidak hanya kuat dalam pengetahuan doctrinal, berketrampilan hukum, tetapi juga mampu ikut membangun dan memperkuat reformasi hukum untuk Indonesia yang lebih baik. Menjadi tantangan bagi kita semua untuk memastikan bahwa Rule of Law dapat terus dipromosikan sambil mengedepankan keadilan bagi kelompok masyarakat yang tertinggal dan kurang mendapatkan akses keadilan dari negara.
Prof. Maartje van der Woude memberikan paparan yang sangat menarik dan penting untuk diketahui dan dicermati oleh akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum. Pertama, beliau mengutip ucapan salah satu Hakim Agung Belanda, Edgar du Perron, “I wish all legal scholars would have a socio-legal background, that would make them much better lawyers”. Ucapan ini menggambarkan betapa pentingnya kajian hukum dan masyarakat atau biasa disebut juga kajian sosiolegal. Mempelajari hukum secara sosiolegal berawal dari para akademisi hukum yang frustrasi terhadap keterbatasan metode kajian hukum yang doctrinal yang dianggap tidak mampu menjelaskan permasalahan hukum yang terjadi.
Kedua. Prof. Maartje van der Woude memaparkan konsep T-Shaped Lawyers yang diperkenalkan oleh Prof. Elaine Mak. T-Shaped Lawyers adalah advokat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan hukum yang baik, dan pemahaman yang mendalam mengenai realitas sosial dimana suatu hukum bekerja. Dengan demikian ia akan menjadi spesialis hukum yang handal dalam bidang hukum apa pun. Terkait dengan hal ini, Prof. Maartje van der Woude berpendapat bahwa kurikulum pendidikan hukum yang bersifat interdisipin atau sosiolegal penting supaya para sarjana hukum dapat menjadi T-Shaped Lawyers. Pendapat ini sejalan dengan apa yang disampaikan Prof. Sulistyowati Irianto.
Ketiga, beliau memaparkan pengalamannya menggunakan pendekatan sosiolegal dalam kajian konterterorisme dan crimmigration. Dalam permasalahan konterterorisme misalnya, situasi sosial politik dan pemaknaan para pembuat hukum terhadap situasi sosial politik sangat menentukan isi hukum yang dibuat. Hal lain, pengalaman penelitian sosiolegal beliau menunjukkan bahwa penelitian sosiolegal adalah penelitian hukum yang ilmiah karena dilakukan dengan metodologi penelitian yang ketat dan rinci. Oleh karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa penelitian sosiolegal bukan penelitian hukum adalah pendapat yang salah.