Apa itu keuangan Negara dan kapankah suatu kerugian dapat dikategorikan sebagai kerugian negara? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dapat ditemukan jawabannya pada buku karya Dian Puji Nugraha Simatupang yang berjudul Keuangan Negara dan Kerugian Negara: Perspektif Fenomenologi dan Rekonsiliasi Hukum.
Buku yang ditulis dalam rangka memperingati ulang tahun penulis yang menggeluti bidang hukum keuangan publik selama karirnya sebagai dosen FHUI didasarkan pada kegundahan penulis akan diskursus yang terjadi perihal pengertian keuangan negara. Telaah kritis menggunakan teori hukum dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang lebih bernah akan pengertian keuangan negara dan kerugian negara. Hingga kini sangat jarang ditemukan kajian pengertian keuangan negara dan kerugian negara yang mendasarkan pada analisis teori hukum. Meski buku ini jumlah halamannya tidak sampai 100 halaman, akan tetapi materi buku ini sangat penting dan berguna untuk dibaca oleh para mahasiswa, akademisi dan juga praktisi.
Meski sistematika buku ini terbagi dalam dua bagian akan tetapi bukanlah merupakan suatu bahasan materi yang terpisah secara tegas karena kerugian negara yang dibahas disini adalah kerugian negara yang terjadi dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karenanya untuk memahami ada tidaknya kerugian negara harus pula memahami apa yang dimaksud dengan keuangan negara itu sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman pembaca, bagian pertama tentang keuangan negara membahas perihal pengertian keuangan negara berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yaitu APBN. Pembahasan mencakup juga perihal tata kelolanya yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemeriksaan dan pertanggungjawabannya.
Pemahaman akan keuangan negara tidak terlepas dari berbagai aliran yang memaknai posisi negara atas uangnya. Seperti yang disampaikan dalam buku ini bahwa terdapat 2 aliran yaitu aliran konservatisme dan aliran postmodernisme. Aliran konservatisme memposisikan negara sebagai otoritas publik tertinggi yang dalam setiap tindakannya dipandang hanya sebagai pengejawantahan dari kewenangan publik saja. Padahal dalam pergaulan hukum tindakan tidak melulu negara melakukan tindakan dalam lapangan hukum publik melainkan juga dalam lapangan hukum keperdataan. Tindakan dari subyek hukum haruslah selaras dengan lingkungan kuasa hukumnya. Apabila negara melakukan tindakan dalam hukum publik maka berlakulah hukum publik. Bila negara melakukan tindakan keperdataan maka berlakulah hukum perdata.
Saya tergelitik oleh pendapat aliran konservatif yang disampaikan dalam buku ini yang menganggap pengelolaan keuangan negara oleh negara merupakan sesuatu yang benar (transparan dan akuntabel), padahal menurut Joseph Stiglitz (ahli ekonomi Amerika) di dunia ini (perekonomian) tidak dapat lagi dilakukan dikotomi peran antara negara dan pasar karena keduanya tidak luput dari kekurangan.
Berbeda dengan aliran konservatisme, aliran postmodernisme mengidentifikasi keuangan negara dari karakter hukum, karakter kelola, karakter regulasi dan karakter risiko. Karakter hukum dari tindakan atas uang negara akan melahirkan karakter kelola yang tercermin pada karakter regulasi dan berimbas pada karakter risiko.
Buku ini juga menggunakan teori transformasi dari Prof Arifin P. Soeria Atmadja yang mendasarkan pada konsep badan hukum. Dalam hal negara melakukan tindakan hukum berupa pemisahan dan penyerahan uang/kekayaan negara kepada subyek hukum lain, maka terjadi pengalihan kepemilikan, tata kelola, tanggung jawab akan risiko atas pengelolaan uang/kekayaan tersebut, sehingga tidak lagi menjadi keuangan negara, tidak dikelola berdasarkan tata kelola APBN dan tidak lagi menjadi tanggung jawab negara untuk menanggung risiko atas pengelolaan uang/kekayaan tersebut. Hal ini diuraikan secara jelas dalam buku ini pada kupasan tentang status hukum kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN, BUMD, anak perusahaan BUMN/BUMD, termasuk juga perihal penyertaan modal negara.
Sayangnya dalam buku ini tidak ada penjelasan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan pada badan hukum publik dan penyertaan modal negara pada pihak swasta. Selain itu perlu ditambahkan pula uraian tentang nomenklatur baru tindakan negara atas uangnya berupa penempatan seperti yang terjadi pada Otoritas Jasa Keuangan. Untuk itu disarankan untuk dibuat seri kedua dari buku ini.
Berangkat dari pemahaman bahwa kekayaan yang dipisahkan bukanlah keuangan negara, tata kelola keuangannya diatur sendiri dan tidak mengikuti tata kelola APBN, dan tanggung jawab atas risiko dari pengelolaan keuangan tersebut bukanlah tanggung jawab negara melainkan tanggung jawab penerima kekayaan negara yang dipisahkan tersebut, maka bagian kedua buku ini secara lugas juga memberikan batasan mengenai kerugian negara. Kerugian negara hanya dapat terjadi pada keuangan negara bukan keuangan lainnya.
Uraian perihal kerugian negara diawali dengan menguraikan kerugian negara yang ada pada beberapa peraturan perundang-undangan antara lain UU Perbendaharaan Negara, UU BUMN, UU Tindak Pidana Korupsi. Terkait dengan kerugian negara maka perlu kejelasan perihal pihak yang mempunyai kewenangan untuk menilai dan menghitung kerugian negara. Tanpa kewenangan maka hasil penilaian dan perhitungan kerugian negara tersebut adalah tidak sah berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan. Yang tidak kalah penting pada kerugian negara adalah prosedur dan metode penilaian dan perhitungan kerugian negara itu sendiri, karena kesalahan pada prosedur dan metode berakibat penilaian dan perhitungan tersebut cacat dan dapat dimintakan pembatalan.
Khusus bagi para praktisi hukum, buku ini menjadi penting karena memberikan kupasan yang jelas mengenai dasar suatu kerugian dapat dituntut secara administrasi atau pidana. Perbuatan melawan hukum yang memuat unsur pidana seperti suap, ancaman, paksaan, tipuan menjadi dasar bagi tuntutan kerugian negara secara pidana. Sedangkan perbuatan berupa kelalaian yang tergolong maladministrasi menjadi dasar pengajuan tuntutan administrasi. Dengan demikian para pengelola keuangan negara akan mendapat jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas setiap tindakannya dalam mengelola keuangan negara.