Antara Kebebasan Berekspresi, Privasi dan Ketertiban Umum di Media Sosial
Senin, 1 Agustus 2016. Center for Legislacy Empowerment, Advocacy, and Research (CLEAR) bekerja sama dengan Lembaga Kajian Keilmuan (LK2) FHUI menyelenggarakan talkshow bertajuk “Tinjauan Sosio-Yuridis Cyber Bullying dalam Era Media Sosial”. Acara yang berlokasi di Balai Sidang FHUI tersebut menghadirkan empat orang pembicara dari lingkungan akademisi dan praktisi, yaitu Dr. Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M, selaku dosen FHUI sekaligus pakar Cyber Law, Narendra Jatna, S.H., LL.M, dosen FHUI dan praktisi hukum, Donny B.U, S.Kom., M.Ikom., Executive Directore ICT Watch, serta Kompol Yani Ismanto, S.Pd., S.H., M.H., dari divisi cyber crime Polda Metrojaya.
Edmon Makarim menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada definisi baku tentang bullying. Namun, secara umum bullying diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan dominan/kekerasan (fisik dan psikis) baik individu maupun kelompok kepada orang lain yang lebih lemah/subordinasi untuk melakukan apa yang diinginkannya. Sementara itu, cyber crime sendiri diartikan sebagai kejahatan yang dilakukan melalui sistem computer. Menurutnya, fenomena yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat, tidak dapat dikaji hanya berdasarkan satu aspek saja, karena memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Berbagai bullying yang terjadi di media sosial tidak dapat dilihat dari aspek yang di-bully belaka, namun juga harus melihat keadaaan masyarakat.
Suatu masyarakat, biasanya telah memiliki norma yang diakui bersama, dan apabila ada individu yang melakukan perbuatan yang melanggar norma, maka ia akan mendapatkan semacam sanksi, seperti sanksi sosial. Jika melihat pada konteks privasi, masyarakat perlu memahami, ketika suatu hal yang bersifat privat kemudian disebarkan atau dipublikasikan melalui media sosial seperti instagram, maka sebagai konsekuensinya ia harus menerima reaksi dari orang lain atas tindakannya tersebut.
Senada dengan hal tersebut, Narendra Jatna menyebutkan dalam melakukan analisis terhadap fenomena anak muda zaman sekarang, ada aspek yang berbeda ketika kita membahas cyber bullying. Tidak hanya privat dan kebebasan berekspresi yang harus diperhatikan, melainkan juga harus mempertimbangkan ketertiban umum. Tindakan yang dilakukan selebgram yang menjadi idola anak muda sekarang bisa dianggap telah melewati batas, bahkan negara dapat masuk atas tindakannya mempublikasikan foto-foto berbau pornografi di media sosialnya. Oleh karena itu, menurut Narendra, masyarakat jika ingin membantu dan mengajarkannya (red: untuk menjadi lebih baik) adalah dengan melakukan self regulated system, yaitu dengan me-report atau mem-block akun yang bersangkutan. Tidak usah di-bully, tapi di-report dan di-block adalah sebuah tindakan yang tepat untuk menghentikan perbuatan buruknya, karena untuk memberi pelajaran orang eksis adalah dengan tidak membuatnya eksis lagi, tutup Narendra.