Jual-Beli Jabatan Ganggu Reformasi Birokrasi
Jakarta, (Analisa). Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menilai, intervensi partai politik dan monetisasi dalam penunjukan jabatan-jabatan pimpinan tinggi di kementerian atau lembaga mengganggu reformasi birokrasi di suatu kementerian atau lembaga.
“Yang sangat mengganggu itu adalah intervensi politik di dalam manajemen ASN,” kata Ketua KASN, Sofian Effendi, dalam diskusi bertema “Teguh Membangun Pemerintahan yang Bersih dan Modern” di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (27/3).
Menurutnya, institusinya sejak 2017 telah mengetahui ada praktik transaksional dalam pengangkatan jabatan pimpinan tinggi. Bahkan, dijelaskannya beberapa kementerian pun marak dengan praktik monetisasi atau jabatan tersebut.
“Cuma kami tidak mempunyai instrumen untuk membuktikan dan menangkap praktik-praktik itu,” tuturnya.
Sofian mengungkap, terdapat 13 kementerian dan lembaga yang sedang diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga terkait jual beli jabatan.
“Kami menduga bukan tidak mungkin kasus-kasus tersebut yang akan datang ini kasus-kasus yang sama akan terjadi,” ujarnya menjelaskan potensi jual beli jabatan tinggi.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, dalam diskusi tersebut mengatakan pengangkatan pimpinan di suatu lembaga atas intervensi politik berpotensi memperburuk reformasi birokrasi yang tengah digencarkan pemerintah.
“Karena pada akhirnya agenda birokrasi reformasinya tidak berjalan,” jelasnya.
Dikatakannya, pemberian jabatan di suatu lembaga atau kementerian kepada tokoh tertentu kerap ditujukan untuk eksploitasi.
Sementara, akademisi Indonesia, Prof Dr Jimly Asshiddiqie menilai, untuk menghindari jual beli jabatan dalam institusi kementerian maupun lembaga butuh perbaikan etika para ASN.
“Kita butuh enlightment personalities. Orang-orangnya, karakter harus berubah,” katanya dalam diskusi yang sama.
Menurut Jimly, selain membenahi peraturan yang berlaku, institusi masing-masing harus menanamkan kode etik kepada aparatnya untuk menjaga kualitas lembaga.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Jakarta itu menambahkan, jika seorang pejabat di suatu kementerian atau lembaga terlibat kasus jual-beli jabatan, sanksi etika, seperti pemecatan, perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
Menurutnya, kasus penangkapan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), RMY di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (15/3) oleh penyidik KPK atas dugaan suap untuk seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama, dapat menjadi pelajaran untuk melakukan tindakan yang lebih serius.
“Di tahun politik ini, kalau ini dibiarkan, makin merusak. Kita ingin memperkuat posisi KASN, KPK, untuk pembersihan,” ujarnya.
Dia menilai, kegiatan jual-beli jabatan pimpinan tertinggi di kementerian atau lembaga disebabkan beberapa faktor, salah satunya pengaruh politik.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai beban anggaran parpol yang besar pun mendorong jual-beli jabatan itu.
Selain itu, sikap budaya yang didukung faktor non-meritokrasi masih dilakukan.
Dia berharap tiga lembaga, yakni KPK, KASN, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dapat bekerja sama erat untuk mengawasi. (Ant)