Digitalisasi bidang kesehatan telah berkembang secara disruptif dan dinamis dalam menopang pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini terbukti pada saat penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), di mana teknologi kesehatan dapat menjadi solusi di saat terjadi keterbatasan akses dan sumber daya. Setelah Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berlalu, berbagai produk layanan kesehatan berkembang semakin luas dan intensif. Kondisi saat ini, masyarakat dapat dengan mudah mengakses layanan kesehatan, baik untuk berkonsultasi, perawatan di rumah, pemeriksaan uji laboratorium, hingga pemesanan obat yang didukung infrastruktur teknologi dan transportasi pengiriman barang. Bahkan, layanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas telah mengintegrasikan data dan layanannya menggunakan aplikasi, machine learning maupun kecerdasan buatan yang dibuat oleh para perusahaan rintisan.
Salah satu aspek strategis dari berkembangnya digitalisasi kesehatan adalah tumbuhnya inovasi kesehatan yang dikembangkan oleh penyelenggara inovasi digital kesehatan. Kondisi ini harus direspons oleh Pemerintah dengan memberikan insentif yang adaptif dan menekankan pendekatan kolaboratif, sehingga tidak menghambat keberlanjutan inovasi. Pada saat yang sama, Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memastikan perlindungan tenaga kesehatan dan tenaga medis serta masyarakat selaku penerima manfaat atas layanan yang diberikan oleh penyelenggara inovasi digital kesehatan.
Dalam merespon keberadaan inovasi digital kesehatan, Pemerintah memfasilitasinya melalui pembentukan regulasi yang bersifat adaptif. Hal ini mempertimbangkan pembentukan regulasi tidak efisien apabila disandingkan dengan laju pertumbuhan inovasi digital kesehatan yang pesat. Durasi pembentukan dan substansi pengaturan berpotensi tidak dapat mengakomodasi proses bisnis dari inovasi digital kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pembentukan regulasi yang bersifat kolaboratif yang memposisikan Pemerintah tidak hanya bertindak sebagai pembuat kebijakan, tetapi juga terlibat dalam pengawasan dan penilaian proses bisnis penyelenggara inovasi digital kesehatan serta kemudian bersama-sama merumuskan substansi pengaturan yang dianggap akomodatif dalam suatu regulasi.
Pendekatan kolaborasi dalam pembentukan regulasi dikenal dengan istilah Regulatory Sandbox. Regulatory Sandbox merupakan pendekatan penyusunan regulasi untuk mendorong tata aturan yang lebih adaptif terhadap inovasi digital yang bersifat disruptif dinamis. Secara sederhana, Regulatory Sandbox dirancang untuk menguji produk atau model bisnis inovasi digital pada suatu lingkungan terbatas (sandbox) dengan pengawasan langsung oleh Pemerintah. Pendekatan ini diharapkan akan membantu regulator dalam mengantisipasi dampak dan ketidakpastian atas hadirnya teknologi baru terhadap masyarakat dan sekaligus memberikan kesempatan kepada penyelenggara inovasi digital kesehatan untuk tetap tumbuh dan berkembang. Jadi, Regulatory Sandbox adalah kerangka kerja yang memungkinkan teknologi atau produk baru diuji di lingkungan dalam skala terbatas untuk menguji dan menilai kelayakan produk dalam setting dunia nyata, menguji batas peraturan, menilai tata kelola, dan reaksi pengguna dan pasar terhadap inovasi digital kesehatan. Regulatory Sandbox diharapkan dapat menjadi solusi untuk mendorong penyusunan regulasi yang lebih adaptif atas sebuah inovasi digital karena berdasarkan kondisi nyata dari berbagai proses yang dilalui dan dinilai bersama. Mempertimbangkan berbagai hal tersebut maka Pemerintah secara khusus mengatur mengenai Regulatory Sandbox dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1280/2023 tentang Pengembangan Ekosistem Digital Kesehatan Melalui Regulatory Sandbox.
Regulatory Sandbox diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap 4 (empat) pihak, yaitu: Penyelenggara Inovasi Digital Kesehatan, Pemerintah, Masyarakat (Pengguna), Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis. Manfaat Regulatory Sandbox bagi Penyelenggara Inovasi Digital Kesehatan adalah: Pertama, Regulatory Sandbox dapat menjadi ruang pengujian terbatas (safe space). Regulatory Sandbox memungkinkan penyelenggara inovasi digital kesehatan untuk mencoba produk, layanan, dan model bisnis di ruang yang terbatas (safe space). Hal ini bertujuan untuk mengkonfirmasi keamanan dan keandalan produk sebagai upaya untuk melindungi kepentingan pengguna produk. Hasil dari pengujian akan menjadi dasar rekomendasi pembentukan regulasi berkaitan dengan model bisnis inovasi digital kesehatan. Pada fase ini, regulasi dipandang sebagai alat pendukung untuk menjaga inovasi yang bertanggung jawab dan bukan sebagai penghalang adanya inovasi tersebut, sehingga kegiatan usaha inovasi digital kesehatan dapat dimungkinkan terus berlangsung di bawah pengawasan Pemerintah; Kedua, Regulatory Sandbox diharapkan memberikan perlindungan penyelenggara inovasi digital kesehatan dan penggunanya. Prosedur Regulatory Sandbox memberikan perlindungan bagi dunia usaha baik dari sisi penyelenggara maupun bagi pengguna. Hal ini karena mekanisme yang dirancang bertujuan agar masa depan industri teknologi kesehatan dapat tumbuh, berkembang pesat dan berkelanjutan dengan berperspektif pada layanan yang berkualitas dan terjamin keamanannya bagi pengguna. Melalui program ini, para penyelenggara inovasi digital kesehatan akan mendapat pembinaan dalam pengembangan model bisnis, produk hingga teknologi untuk memastikan keberlangsungan produk; Ketiga, Regulatory Sandbox merupakan upaya untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap bisnis inovasi digital kesehatan di Indonesia. Regulatory Sandbox diharapkan dapat menjembatani kebutuhan pengembangan inovasi sekaligus memberikan jaminan kepada investor yang ingin berinvestasi pada perusahaan atau startup sebagai penyelenggara inovasi digital kesehatan. Kondisi ini dapat mendorong kolaborasi antara investor dan penyelenggara inovasi digital kesehatan yang memungkinkan perkembangan teknologi bidang kesehatan di Indonesia berkembang lebih pesat.
Implementasi Regulatory Sandbox diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah. Dalam hal ini, Pemerintah akan menggunakan Regulatory Sandbox sebagai ruang interaksi, pembelajaran, dan alat uji terkait model bisnis yang sedang berkembang terutama dari sisi keamanan dan keandalan produk. Selanjutnya, melalui ruang ini akan dihasilkan berbagai rekomendasi kebijakan untuk Pemerintah yang dapat melindungi penyelenggara maupun pengguna. Produk hukum berupa regulasi yang merupakan hasil dari proses Regulatory Sandbox harus sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan industri teknologi kesehatan sehingga kedepannya dapat dipahami dan dipatuhi oleh para penyelenggara inovasi digital kesehatan.
Selanjutnya Regulatory Sandbox diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Masyarakat (Pengguna). Manfaat yang diharapkan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, perlindungan privasi pengguna. Privasi dan kerahasiaan data pengguna harus dilindungi dari peretasan perangkat medis ataupun kebijakan privasi yang lemah pada aplikasi yang menampung data kesehatan. Kehadiran kebijakan yang mengatur dengan jelas mengenai keamanan privasi menjadi sangat penting. Selain itu, peran pengguna juga juga perlu bergeser dari yang awalnya bertindak sebagai stakeholder yang pasif menjadi lebih proaktif. Kedua, sebagai ruang advokasi pengguna terhadap inovasi digital kesehatan. Pengguna harus diberikan ruang advokasi menggunakan instrumen yang dibuat beserta informasi mengenai aplikasi yang mereka gunakan. Hal ini akan membantu transisi inovasi digital kesehatan. Kolaborasi antara dua belah pihak yaitu pengguna dan penyelenggara inovasi digital kesehatan akan saling melengkapi dalam menghadapi tantangan masalah privasi tentang keamanan data kesehatan; Ketiga, sebagai edukasi pengetahuan produk kepada pengguna. Masyarakat sebagai pengguna perlu mendapatkan penjelasan mengenai produk atau layanan yang tersedia dalam inovasi yang ditawarkan oleh penyelenggara inovasi digital kesehatan. Penyelenggara inovasi digital kesehatan bertanggung jawab untuk membuat penjelasan yang teknisnya diserahkan kepada penyelenggara inovasi digital kesehatan mengenai produk atau layanan yang tersedia, manajemen risiko yang mungkin terjadi dan sejauh mana penyelenggara inovasi digital kesehatan akan bertanggung jawab apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan; Keempat, sebagai pengawasan pengguna terhadap produk. Upaya pengawasan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pengawasan publik atas penyelenggaraan suatu kegiatan inovasi digital kesehatan yang dilakukan oleh penyedia layanan. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui mekanisme survei pelanggan (misalnya dalam bentuk pemberian rating). Pemberian informasi dan saran dapat membantu pengguna dalam pelayanan, menyelidiki keluhan pelanggan atau menyelesaikan perselisihan. Respon jawaban dari provider terhadap survei atau aduan masyarakat akan menjadi pertimbangan untuk pengawasan. Selain itu, penyelenggara inovasi digital kesehatan harus memiliki pengaduan pengguna dan memiliki service level of agreement yang jelas untuk layanan dan pengaduan pengguna. Perlu dipersiapkan instrumen untuk mengukur keamanan perlindungan terhadap provider/penyedia layanan kesehatan.
Terakhir, Regulatory Sandbox diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis serta Mitra Penyelenggara inovasi digital. Manfaatnya adalah diharapkan Regulatory Sandbox dapat memberikan perlindungan bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis. Perlindungan ini dapat diberikan melalui 2 (dua) cara yaitu: Pertama, perlindungan melalui uji dan rekomendasi pengaturan kualifikasi tenaga kesehatan; Kedua, perlindungan melalui uji dan rekomendasi terhadap keamanan data dan juga individu tenaga kesehatan serta tenaga medis. Perlindungan pertama mengandung makna bahwa penyelenggara pelayanan atau tenaga kesehatan dan tenaga medis harus memiliki kualifikasi minimum. Kualifikasi ini harus dibuktikan dengan izin yang diberikan Pemerintah. Sedangkan, perlindungan kedua mengandung makna bahwa penyelenggara inovasi digital kesehatan harus memastikan pemberi layanan kesehatan terutama tenaga kesehatan dan tenaga medis mendapat perlindungan serta memiliki jaminan keamanan. Perlindungan ini termasuk pada isu-isu yang berkaitan dengan data administratif untuk mengantisipasi pemalsuan identitas dokter dan tenaga kesehatan lainnya, perlindungan dari kekerasan seksual digital terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medis, perlindungan terhadap penggunaan informasi kesehatan yang disalahgunakan untuk tindakan pemerasan dan isu lainnya yang perlu ditingkatkan perlindungan serta jaminan keamanannya bagi pemberi layanan. Perlindungan ini tidak terbatas hanya pada satu jenis isu saja. Untuk rencana lebih lanjut, dapat dipersiapkan instrumen untuk mengukur keamanan perlindungan terhadap penyedia layanan kesehatan.
Penyelenggara inovasi digital kesehatan yang berpartisipasi di dalam pelaksanaan Regulatory Sandbox mendapatkan insentif berupa hak atau dukungan untuk mendapatkan identitas status kepesertaan dengan mencantumkan logo Kementerian Kesehatan pada produk usaha yang dijalankan. Penyelenggara inovasi digital kesehatan tersebut diberikan Status Tercatat, Status Diawasi atau Status Dibina. Status Tercatat, diberikan kepada penyelenggara inovasi digital kesehatan yang sudah mendaftar, tercatat dalam database dan diumumkan di kanal publikasi resmi Kementerian Kesehatan setelah lolos verifikasi dan validasi. Dalam hal ini, Penyelenggara inovasi digital kesehatan tidak memiliki hak untuk mencantumkan logo Kementerian Kesehatan pada platform bisnis yang dibuat; Status Diawasi, diberikan kepada penyelenggara inovasi digital kesehatan yang terpilih mengikuti Regulatory Sandbox sejak tahap uji coba. Hal ini diumumkan di kanal publikasi resmi Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, penyelenggara inovasi digital kesehatan wajib mencantumkan logo Kementerian dengan keterangan “Diawasi oleh Kementerian Kesehatan RI” pada platform bisnis yang dibuat; Status Dibina, diberikan kepada penyelenggara inovasi digital kesehatan yang sudah mendapatkan rekomendasi selama tahap pembinaan di Regulatory Sandbox. Hal ini diumumkan di kanal publikasi resmi Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, penyelenggara inovasi digital kesehatan wajib mencantumkan logo Kementerian dengan keterangan “Dibina oleh Kementerian Kesehatan RI” pada platform bisnis yang dibuat. Keputusan terhadap peserta Regulatory Sandbox inovasi teknologi kesehatan meliputi: (1) direkomendasikan; (2) direkomendasikan bersyarat yaitu rekomendasi dengan tenggat waktu perbaikan maksimal 3 (tiga) bulan; atau (3) tidak direkomendasikan, dengan kata lain ditolak tanpa kesempatan perbaikan. Peserta Regulatory Sandbox dapat mengajukan peninjauan ulang kepada tim pelaksana Regulatory Sandbox. Apabila peninjauan ulang ditolak maka penyelenggara inovasi teknologi kesehatan harus mengulang proses Regulatory Sandbox. Mekanisme peninjauan akan diatur lebih lanjut oleh tim pelaksana Regulatory Sandbox.
Beberapa catatan terhadap Regulatory Sandbox bidang kesehatan adalah sebagai berikut:
Pertama, Gustav Radbruch (21 November 1878-23 November 1949), seorang ahli hukum dan filsuf Jerman yang juga pernah menjabat Menteri Kehakiman Jerman, menyatakan bahwa hukum mempunyai 3 (tiga) nilai, yaitu keadilan, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum. Dalam implementasinya, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1280/2023 tentang Pengembangan Ekosistem Digital Kesehatan Melalui Regulatory Sandbox harus terus dikawal agar dapat mewujudkan nilai hukum tersebut;
Kedua, Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam menerima masukan terkait dengan implementasi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1280/2023 tentang Pengembangan Ekosistem Digital Kesehatan Melalui Regulatory Sandbox;
Ketiga, implementasi Regulatory Sandbox bidang kesehatan harus memperhatikan Perlindungan Data Pribadi, khususnya adalah terkait dengan rahasia medis dan data kesehatan pasien (pengguna);
Keempat, implementasi Regulatory Sandbox bidang kesehatan harus mematuhi standar (baik standar pelayanan, standar profesi, maupun standar operasional prosedur) dan kebutuhan medis serta kesehatan pasien (pengguna).
Wahyu Andrianto: Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Sumber: https://kumparan.com/wahyuandrianto/catatan-sederhana-untuk-regulatory-sandbox-bidang-kesehatan-22G1OzzSqwN