Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H., mendapat anugerah Guru Besar Kehormatan (Honorary Professor) dari Melbourne Law School melalui Program Miegunyah Fellowship di Melbourne University pada 27 Juli 2023.
Pemberian anugerah tersebut dibacakan langsung oleh Dekan Melbourne Law School, Professor Matthew Harding. Dalam sambutannya, Prof. Harding menyebutkan bahwa Prof. Jimly adalah salah satu ahli hukum terkemuka di Indonesia dan pemikir hukum paling terkemuka. Dia telah menulis lebih dari 70 buku. Prof Jimly telah menjadi tokoh penting dalam membentuk sistem demokrasi baru yang muncul di negaranya setelah jatuhnya rezim orde baru Suharto pada tahun 1998. Ia terkenal karena peran perintisnya sebagai Ketua pendiri Mahkamah Konstitusi Pertama di Indonesia. Prof. Jimly adalah adalah kunci keberhasilan awal Mahkamah baru ini dalam konstitusionalisme untuk era reformasi.
“Dengan senang hati saya mengumumkan penghargaan malam ini. Melalui Program Miegunyah Fellowship telah memutuskan untuk mengakui prestasi Prof. Jimly dan khususnya kontribusinya pada konstitusionalisme dan studi hukum Indonesia dengan menunjuknya sebagai Guru Besar Kehormatan di Sekolah Hukum Melbourne”, ujar Prof. Harding.
Dalam sambutannya, Prof. Jimly menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas undangan untuk menyampaikan kuliah umum dan atas penghargaan fellowship dan gelar Guru Besar Kehormatan yang diberikan untukknya. “Saya berharap penunjukan saya dapat membantu membangun hubungan kerjasama yang lebih dalam antara universitas di Indonesia dan universitas di Australia khususnya antara Universitas Indonesia dan Melbourne University. Saya juga berharap bahwa kolaborasi yang lebih luas antara cendekiawan dan pengacara Australia dan Indonesia akan terus meningkat untuk membantu membangun jembatan antara peradaban manusia,” terang Prof. Jimly dalam sambutannya.
Prof. Jimly dalam pengukuhannya membawakan pidato yang berjudul “Democratic Regression and the Rule of Law in Indonesia“, artinya “Kemunduran Demokrasi dan Rule of Law di Indonesia”. Terdapa enam hal yang melanda dunia yang berpengaruh dan ikut menentukan penurunan kualitas demokrasi di seluruh dunia, yang juga berpengaruh terhadap kinerja demokrasi dan negara hukum, khususnya di Indonesia. Keenam hal itu adalah (i) gelombang rasisme dan Islamophobia yang muncul di seluruh dunia; (ii) penyebaran ujaran kebencian, permusuhan, disinformasi, dan miskomunikasi di ruang publik; (iii) gejala deinstitutionalisasi politik; (iv) berkembangnya praktik benturan kepentingan antara bisnis dan politik; (v) munculnya kecenderungan baru menuju pemegang kekuasaan tunggal negara yang meliputi state, civil society, market, dan media, dan (vi) adanya ancaman Covid-19 yang dibajak dan disalahgunakan untuk membuat keputusan-keputusan kenegaraan yang tidak partisipatoris dan mengabaikan pentingnya prinsip ‘deliberative democracy’ dan partisipasi publik yang substantif.