"VOX POPULI VOX DEI" Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Bangga Buatan Indonesia dengan Indikasi Geografis Oleh Angga Priancha, S.H., LL.M.

Fakultas Hukum Universitas Indonesia > Berita > Bangga Buatan Indonesia dengan Indikasi Geografis Oleh Angga Priancha, S.H., LL.M.

Ajakan untuk mencintai produk dalam negeri tidaklah asing untuk didengar di Indonesia. Contoh terkininya adalah penandatanganan presiden pada Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada tanggal 8 September 2021. Sebelumnya, pada Kamis 4 Maret lalu, Presiden juga berpidato untuk mencintai produk dalam negeri pada rapat kerja kementerian perdagangan. Ajakan semacam ini umumnya bertujuan untuk meningkatkan performa dari penjualan produk buatan Indonesia dan menyejahterakan pengusaha lokal.

Jika membicarakan sebuah mencintai sebuah produk, mungkin “produk” yang terlintas dipikiran kita adalah produk keluaran merek-merek Indonesia seperti Kopiko ataupun Gojek. Akan tetapi mungkin kita tidak mengetahui bahwa membeli produk dari merek Indonesia tidak menjamin bahwa yang kita beli adalah produk yang benar dibuat di Indonesia.

Ini dikarenakan menurut Pasal 1 Butir 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek dan IG), Merek hanyalah daya pembeda suatu barang dan jasa yang digunakan untuk membedakan barang dan jasa antara satu dengan lainya. Secara konsep undang-undang, Merek tidak memberikan indikasi dimana barang itu benar-benar dibuat. Bahkan jika dikritisi juga dari aspek hukum merek, merek-merek Indonesia tersebut dapat dengan mudah dipindah-tangankan kepada pihak asing.

Hal ini membuka kemungkinan bahwa kita akan membeli suatu produk yang terkesan “Indonesia” namun sesungguhnya tidak diproduksi di Indonesia atau bahkan sudah dimiliki oleh Asing. Lalu, bagaimana kita bisa mencintai produk Indonesia yang benar-benar diproduksi di Indonesia?

Produk Indikasi Geografis mungkin bisa menjadi salah satu opsi yang baik untuk menjawab kegelisahan tersebut. Indikasi geografis adalah suatu cabang dari Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi produk-produk yang hanya dapat diproduksi pada letak geografis tertentu. Yang berarti, segala produk yang diberikan perlindungan Indikasi Geografis akan selalu terikat pada tempat asalnya, dalam hal ini Indonesia.

Indikasi Geografis (IG)?

Kita mungkin sudah tidak asing dengan kualitas dan karakteristik dari produk keju Mozzarella Italia, keju Roquefort Perancis dan Jam Tangan Swiss. Akan tetapi kita mungkin asing bahwa produk-produk tersebut adalah produk dari sebuah indikasi geografis.

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang diberikan kepada suatu produk untuk menunjukan daerah asal benda tersebut. Tanda tersebut diberikan karena adanya factor lingkungan geografis yang mempengaruhi reputasi, kualitas dan karakteristik dari komoditas yang dihasilkan. factor lingkungan geografis tersebut dapat terdiri dari factor alam dan manusia atau kombinasi dari keduanya.

Sebagai contoh, Keju Roquefort hanya dapat diproduksi di daerah Roquefort-sur-Soulzon Perancis karena pembuatanya melibatkan bakteri Penicillium roqueforti yang hanya ditemukan dalam goa pada daerah tersebut (Faktor Alam). Begitu juga jam tangan Swiss (swiss watch) yang dibuat dengan teknik arloji tertentu yang secara turun-temurun hanya dikembangkan oleh para pembuat arloji di Swiss (Faktor Manusia).

Ini berarti hanya produk-produk yang memiliki kualifikasi tertentulah yang dapat diberikan tanda IG dan dinobatkan sebagai “Keju Roquefort” ataupun “Jam Tangan Swiss.” Ini dikarenakan kualitas dan karakteristik produk tersebut bergantung kepada factor geografisnya.

Potensi Ekonomi Indikasi Geografis

Jika berkaca pada Uni-Eropa, nilai dari industri IG Eropa telah tembus hingga angka 75 Milliar Euro dan diberi julukan sebagai “European Treasure.” Hal ini bisa diartikan bahwa banyak uang yang dihasilkan tersebut akan kembali kepada daerah pembuatnya dan kemudian berpotensi digunakan untuk pembangunan daerah tersebut.

Tingginya nilai IG di Uni-Eropa ditunjang juga dengan branding yang baik sehingga banyak IG eropa menjadi ikon negara dan dikenal akan kualitasnya secara global, seperti: keju mozzarella, ataupun Swiss Watch. Yang berarti akan adanya konsumen global yang mencintai dan membeli Kembali produk IG yang mereka hasilkan.

Di Indonesia sendiri sudah ada 92 produk IG (baik Indonesia maupun Internasional) yang terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Per-September 2021). Tidak seperti Eropa yang mayoritas IG-nya adalah keju dan minuman beralkohol, IG Indonesia dipenuhi oleh produk Kopi, Beras dan Kerajinan Khas Daerah.

Pada perkembanganya, banyak produk kopi IG Indonesia mulai terkenal di ranah internasional. Contohnya adalah kopi Arabika Gayo yang memiliki nilai ekspor sebesar 58,9 juta USD. Tidak hanya kopi, peluang IG Indonesia juga terlihat pada seni kerajinan tangan. (Ranggalawe, 2020) menyebutkan bahwa nilai ekspor kerajinan pahat kayu Jepara juga memiliki nilai ekspor cukup besar yaitu mencapai 111 Juta USD yang diekspor ke 68 negara dunia.

Hal ini memberikan gambaran bahwa banyak kualitas produk khas Indonesia yang diakui oleh komunitas perdagangan dunia, dan ini belum termasuk banyak produk khas Indonesia lainya yang belum terdaftar sebagai IG. Mengetahui hal ini, sudah sepantasnya kita lebih menyadari potensi ekonomi dari produk Indikasi Geografis Indonesia. Sebuah kemungkinan besar bahwa dimasa depan Indikasi Geografis Indonesia akan menjadi “Indonesian Treasure” seperti yang telah terjadi di Uni-Eropa.

Indikasi Geografis sebagai Pendukung Gerakan Bangga Buatan Indonesia

Dalam konteks mendukung produk yang benar-benar berasal dari Indonesia, kecintaan terhadap produk IG memiliki keunggulan daripada masyarakat hanya mencintai sebuah merek dalam negeri. Keunggulan tersebut adalah jaminan bahwa produk tesebut benar-benar produk Indonesia.

Melihat pasal 41 dari Undang-undang Merek dan IG, Hak Merek adalah hak kebendaan yang mudah dialihkan atau dijual kepada pihak yang lain. Yang berarti, sebuah merek asal Indonesia yang telah dicintai dan dikenal oleh masyarakat dapat dengan mudah berpindah tangan kepada pihak asing. Akan tetapi hal itu tidak dapat terjadi kepada IG.

Sebuah perlindungan IG hanya diberikan kepada suatu produk yang melekat pada letak geografis Indonesia tertentu. Yang berarti sampai kapanpun produk IG tersebut akan memberikan keuntungan kepada daerah dan penduduk yang memproduksinya.

Dari segi branding pun, Ikatan produk IG pada lokasi geografis asalnya memberikan cerita tersendiri untuk dapat dicintai dengan upaya branding yang tepat. Sebagai analogi, sebuah karakter fiksi yang memiliki pembangunan karakter yang baik akan lebih menarik penonton untuk bersimpati karakter tersebut dan kemudian menyukainya. Dalam hal ini, dengan ikatan eratnya dengan lokasi geografisnya, secara tidak langsung produk IG memiliki materi cerita unik yang dapat dikemas sebagai brand identity.

Ini dikarenakan IG telah memiliki “Back-story” yang berpotensi untuk dikembangkan agar “relatable” dengan konsumen. Sejalan juga dengan arah visi pemerintah mengenai pemasaran barang buatan Indonesia yang terefleksikan didalam pidato Presiden Jokowi maret lalu, yang menyatakan: “Branding harus melekat agar masyarakat lebih mencintai produk Indonesia dibandingkan produk luar negeri.”

Mendukung Barang Buatan Indonesia Dengan Indikasi Geografis Indonesia

Himbauan presiden untuk mendukung barang buatan Indonesia sesungguhnya memiliki makna untuk membangun perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, mari kita cermati bagaimana cara mencintai produk Indonesia yang dapat memberikan pemberdayaan nyata bagi ekonomi kreatif nasional.

Dalam hal ini, mengenali, mencintai dan membeli produk indikasi geografis Indonesia dapat menjadi opsi untuk selangkah lebih dekat dengan tujuan mendukung produk buatan Indonesia. Ini dikarenakan secara Hukum, produk indikasi geografis memberikan kejelasan bahwa benar produk tersebut memiliki hubungan yang erat dengan suatu lokasi geografis Indonesia.

Artikel berupa opini ini ditulis oleh Angga Priancha, Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Peneliti di Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKHT FHUI). Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Yuris Muda Indonesia.

Sumber: http://yurismuda.com/2021/09/29/bangga-buatan-indonesia-dengan-indikasi-geografis/

About the author

➖ Kampus UI Depok Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Kampus FHUI Gedung A Depok 16424, Jawa Barat Telepon (021) 7270003, 7863288 Faks (021) 7270052. E-mail: humas-fh@ui.ac.id & lawschool@ui.ac.id ... ➖ Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 2, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta 10430 Tel : (021) 31909008 Faks : (021) 39899148
Humas FH UI