Bidang Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menyelenggarakan diskusi internal hukum pidana tentang Ultimum Remedium dengan narasumber Prof. Topo Santoso, S.H., M.H., Ph.D. di Ruang Soekardono, Kampus FHUI, Depok. Diskusi internal ini membahas ultimum remedium antara prinsip moral dan prinsip hukum, ultimum remedium dihubungkan dengan hak asasi manusia, kriminalisasi sebagai last resort, argumen melakukan kriminalisasi, prinsip-prinsip kriminalisasi.
Prof. Topo Santoso, S.H., M.H., Ph.D. selaku narasumber diskusi tersebut mempertanyakan apakah ultimum remedium memiliki kaitannya dengan prinsip legislasi atau penegakan hukum . “Apakah ultimum remedium prinsip dalam proses legislasi ataukah prinsip dalam proses penegakan hukum?” Tegas Prof. Topo Santoso.
Ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia. Ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi) hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.
Sifat sanksi pidana sebagai senjata pamungkas atau ultimum remedium jika dibandingkan dengan sanksi perdata atau sanksi administrasi memiliki sanksi yang keras. Salah satu yang membedakan hukum pidana dari hukum lainnya, baik hukum publik maupun hukum privat ialah soal sanksi. Sanksi pidana dapat berupa penjara dan kurungan yang membuat terpidana harus tersaing dan terpisah dari keluarga dan masyarakat. Sanksi yang paling kejam adalah hukuman mati membuat terpidana terpisah dari kehidupannya. Persoalannya, bagaimana jika ternyata hukuman itu dijatuhkan pada orang yang salah? Oleh sebab itu, hukuman mati ini terus menimbulkan perdebatan hingga detik ini.
“Asumsi saya dari awal adalah bahwa ultimum remedium ini berprinsip yang berada di tengah-tengah moral dan hukum, yang kedua adalah ultimum remedium itu merupakan prinsip segala proses legislasi. Jadi bagaimana menolak kriminalisasi atau negoisasi maka ultimum remedium menjadi patokannya, bukan ketika kita menegakan hukum kalau Undang-undang sudah ada, pasal sudah ada maka polisi atau jaksa tentu tidak bisa menggunakan prinsip ini” Tambah Prof. Topo Santoso.
Ultimum remedium merupakan istilah lumrah yang kemudian biasa dipakai atau dikaitkan dengan hukum. Istilah ini menggambarkan suatu sifat hukum, yakni sebagai pilihan atau alat terakhir yang dikenal baik dalam hukum pidana.