Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI), selaku kuasa hukum mahasiswa dan masyarakat, telah mengajukan serta mendaftarkan permohonan pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 (UU Minerba) ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang telah terdaftar dengan Nomor Perkara 184/PUU-XXIII/2025 pada hari Rabu tanggal 8 Oktober 2025.
Langkah ini merupakan wujud komitmen LKBH FHUI untuk menegakkan prinsip keadilan sosial, perlindungan lingkungan hidup, serta penguasaan negara atas sumber daya alam sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Permohonan ini berangkat dari persoalan mendasar dalam pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, khususnya di sektor pertambangan mineral dan batubara. Sektor minerba kerap disebut sebagai penyumbang besar pendapatan negara, namun kenyataannya negara hanya memperoleh royalti dan PNBP dalam jumlah kecil. Sebaliknya, segelintir pihak justru menikmati keuntungan besar dari kekayaan alam tersebut. Kondisi ini sangat berbeda dengan sektor minyak dan gas yang menggunakan sistem bagi hasil (production sharing contract), di mana negara memperoleh porsi yang lebih adil.
Padahal, kekayaan sumber daya alam adalah milik seluruh rakyat Indonesia, sehingga seharusnya menjadi sumber kemakmuran bersama, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan menghadapi kerentanan ekologis akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkeadilan.
Karena itu, pengujian UU Minerba ini diajukan agar negara benar-benar hadir, tidak hanya sebagai pemberi izin dan pemungut pajak, melainkan juga sebagai pihak yang mengendalikan secara langsung penguasaan, pengelolaan, dan pengawasan sektor pertambangan sesuai dengan amanat rakyat dan konstitusi. Selama ini, penguasaan negara cenderung bersifat administratif, tanpa kendali substantif terhadap pengelolaan tambang.
Dalam permohonan tersebut, LKBH FHUI menilai bahwa beberapa ketentuan dalam UU Minerba justru melemahkan prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam dan mengabaikan tanggung jawab perlindungan lingkungan hidup. Beberapa pasal yang menjadi fokus pengujian mencakup ketentuan mengenai perizinan dan peran negara sebagai penerima amanat rakyat dalam pengelolaan sektor minerba. Apabila sistem yang berlaku saat ini tetap dipertahankan, maka kemakmuran seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945 tidak akan pernah tercapai.
Pengajuan permohonan pengujian undang-undang ini juga merupakan bagian dari kontribusi akademik FHUI dalam mendorong reformasi hukum dan kebijakan lingkungan yang progresif serta berkeadilan antargenerasi. Melalui langkah ini, LKBH FHUI berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan yang menegaskan bahwa sumber daya alam adalah milik rakyat dan harus dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan menjamin perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan minerba yang berkeadilan sehinga minerba milik rakyat untuk rakyat tercapai.


