Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ihsan Yunus mengatakan, permasalahan kesejahteraan TKI perlu perhatian khusus. Pasalnya banyak permasalahan TKI yang datangnya bukan hanya dari majikan mereka.
“TKI tentunya ingin hidup yang lebih baik di luar negeri. Sayangnya mereka justru sering mendapatkan masalah baru baik dari PJTKI yang nakal atau justru dari majikan di negara tujuan. Mereka rela berhadapan dengan potensi-potensi permasalahan tersebut karena tentunya, antara lain, belum sejahtera secara sosial,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, akan menambah anggaran Kementerian Sosial agar dapat memberikan perhatian pada masyarakat. Sehingga jumlah TKI dapat menurun, karena taraf hidup masyarakat Indonesia meningkat.
“Salah satu mitra kami di Komisi VIII adalah Kementerian Sosial. Banyak program-program yang terus ditambah anggarannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebut saja Program Keluarga Harapan (PKH) hingga Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang mendorong masyarakat untuk berwirausaha,” ujarnya.
“Hal ini harusnya bisa mengentaskan persoalan kesejahteraan sosial sejak dini dan yang lebih penting tingkatkan taraf hidup masyarakat. Apabila berhasil, tentunya membuat masyarakat lebih yakin untuk tetap mengadu nasib di tanah air,” tambah Ihsan.
TKI Kerap Terkecoh saat Tanda Tangan Surat Perjanjian
Sementara itu, tim pengabdian masyarakat dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam kegiatan penguatan hak-hak calon dan eks pekerja migran di Desa Wagir Kidul, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur menemukan permasalahan overcharging atau penarikan biaya berlebih kerap mempersulit TKI sejak pra keberangkatan hingga penempatan masih membayangi para TKI.
Sebagai contoh adalah salah satu TKI yang pernah diberangkatkan ke Taiwan. Dia mengaku membayar biaya penempatan sebesar tidak kurang dari Rp15 juta. Dia juga mengalami potongan gaji selama 10 bulan sehingga total biaya penempatan yang harus ditanggungnya sejak dari pra penempatan hingga potongan gaji di masa penempatan mencapai lima puluh juta rupiah.
Hal tersebut kerap terjadi antara lain karena dalam praktiknya surat perjanjian penempatan sering kali ditandatangani tanpa kesadaran dan pemahaman TKI. TKI sering tidak diberikan kesempatan untuk membaca dan memahami isi surat perjanjian penempatan. Agen hanya menunjukkan kolom tanda tangan kepada calon TKI yang akan berangkat dan menutupi isi surat perjanjian.
Dalam kegiatan tersebut, hadir pula anggota DPRD dari Ponorogo, Ribut Riyanto. Ribut yang juga mantan TKI dan pernah bekerja di Malaysia dan Jepang, mengatakan minimnya edukasi soal hak-hak buruh migran dan legalitas calon TKI sering dimanfaatkan untuk mengelabui calon TKI antara lain lewat penetapan biaya yang overcharging. Ribut sendiri sejak kembali ke Indonesia mengabdikan dirinya untuk mendidik calon TKI lewat berbagai pembekalan mulai dari memberi pemahaman tentang hak-haknya hingga persiapan bahasa Jepang untuk TKI yang hendak bekerja di sana. Bagi eks TKI, Ribut juga memberikan berbagai pembekalan soal kewirausahaan. [rhm]
Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/penarikan-biaya-sebelum-berangkat-hingga-penempatan-masih-membayangi-para-tki.html?fbclid=IwAR3srFNsKfQL-YRqhU-cXCwLCl5MHM6XSaXkuIlNGTuXzzF2Zkyd16jmRxU