Seminar Konflik Laut China Selatan
Konflik Laut China Selatan seakan belum benar-benar mereda. Walaupun ketegangan antara dua negara yang paling bersitegang yakni Tiongkok dan Filipina sudah jarang terjadi, konflik-konflik kecil antara negara yang berebutan perairan ini masih ada.
Laut China Selatan diperebutkan oleh sejumlah negara di Asia. Selain Filipina dan Tiongkok, laut yang dilewati kapal perdagangan internasional ini juga diperebutkan oleh Vietnam, Brunei, Taiwan, dan Malaysia.
Indonesia, sebagai bukan negara pengklaim, selalu berusaha mengutamakan perdamaian dan kesejahteraan di kawasan tersebut.
Sebelumnya, Filipina menentang klaim China ke Pengadilan Arbitrase Permanen atau PCA di Den Haag, Belanda, pada 2013. Filipina menyebut China telah melanggar perjanjian United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) terkait klaim di perairan strategis ini.
PCA akhirnya mengeluarkan putusan mengenai gugatan Filipina terhadap China atas sengketa perairan Laut China Selatan, 12 Juli 2016. PCA menolak mengakui klaim China atas sembilan garis putus di Laut China Selatan. Selama ini, Negeri Tirai Bambu menegaskan nine-dash line merupakan wilayah peninggalan leluhurnya, yang tercantum dalam peta versi mereka sendiri pada 1947.
China sempat berang ketika Indonesia mengeluarkan peta baru di mana nama Laut China Selatan diubah menjadi Laut Natuna Utara. Pemerintah China juga sudah mengirim nota diplomatik ke KBRI Beijing. Namun, Pemerintah Indonesia tidak menanggapi perihal permasalahan ini.
Untuk membahas permasalahan tersebut, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (Center for International Law Studies) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menyelenggarakan Seminar Geo-Political and Legal Development Post Permanent Court of Arbitration (PCA) Award on South China Sea Dispute pada Selasa, 31 Oktober 2017 di Hotel Aryaduta Jakarta.
Seminar ini terbagi menjadi dua panel. Panel pertama menghadirkan lima narasumber, yaitu H.E. Arief Havas Oegroseno (Deputy of Maritime Souvereignty, Coordinating Ministry on Maritime Affairs, Republic of Indonesia), Rene. L. Pattiradjawane (Chairperson Center of China Studies), Professor Aileen S.P. Baviera (Professor of Political Science, Asian Center University of the Philippines Diliman), Professor Tetsuo Icotani (Senior Research Fellow The Japan Institute of International Affairs), dan Professor Hikmahanto Juwana (Professor of International Law, Faculty of Law Universitas Indonesia), kelima narasumber ini membahas tentang “Development of Regional Geo-Politics Post PCA Decision over the South China Sea.”
Panel kedua menghadirkan tiga narasumber, yaitu Professor Melda Kamil Ariadno (Proffessor of International Law Faculty Law Universitas Indonesia), Professor Michael Sheng-Ti Gau (Professor of International Law Law School Hainan University, China), dan Assist. Prof. Cuong Nguyen BA (Assistant Professor Vietnam National University School of Law).