Peran Mahasiswa dalam Reformasi Hukum: Catatan Kuliah Klinik Hukum
“…yang terpenting dari reformasi hukum adalah imajinasi.”
Pernyataan di atas menggema dalam ingatan saya dari sebuah sesi kuliah Klinik Hukum FHUI yang difasilitasi oleh mbak Bivitri Susanti. Ia adalah salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, yang juga merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pada bulan Maret 2015, mahasiswa klinik hukum mendapatkan kesempatan istimewa untuk berbincang dan mendengarkan pengalaman mbak Bibib-panggilan akrab beliau-, semasa kuliah dulu. Banyak hal yang saya pelajari di antara singkatnya 100 menit waktu kuliah tersebut, dan dengan senang hati saya akan berbagi melalui tulisan ini.
Reformasi Hukum Berawal dari Sebuah Mimpi dan Imajinasi
Imajinasi akan adanya perubahan pada masa reformasi mengantarkan mahasiswa untuk berkontribusi pada perbaikan hukum di negeri ini. Imajinasi itu pula yang melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Yudisial, dan reformasi birokrasi. Pada masa lalu, tidak pernah terbayang bahwa institusi penegak hukum dapat berubah. Tidak ada yang dapat membayangkan bahwa hakim bisa diandalkan untuk menemukan keadilan karena sistem peradilan hanya adil bagi yang berkuasa dan memiliki uang. Tidak pernah terbayang bahwa seseorang bisa melakukan reformasi di institusi Mahkamah Agung (MA) dan semua orang memandang bahwa perubahan di institusi peradilan hanyalah sebuah mimpi.
Lalu sekarang mimpi itu ternyata terwujud dengan adanya refomasi besar-besaran di tubuh MA pasca refomasi. MA kemudian membuka pintu bagi hakim non-karier, yang akhirnya memunculkan tokoh-tokoh reformis di dalam tubuh Mahkamah Agung. Tahun 2001-2003 menjadi tahun yang penting bagi MA ketika para pegiat reformasi hukum bekerja bersama-sama dengan para hakim agung dan berbagai tokoh, termasuk Prof. Mardjono Reksodiputro, melahirkan cetak biru (blueprint) reformasi MA. Blueprint tersebut kemudian diperbarui pada tahun 2010. Saat ini, MA memiliki sistem satu atap serta membentuk sebuah tim yang bertugas untuk mengawali proses pembaharuan di lembaga tersebut.
Imajinasi juga melahirkan idealisme tanpa membedakan di mana seseorang akan bekerja nantinya. Oleh karena itu, apapun profesi mahasiswa nanti, idealisme itu bisa terus menerus dijaga dan ditularkan. Menjadi lawyer tidak serta merta membuat seseorang menjadi kurang idealis dibandingkan profesi lainnya. Bahkan telah terbukti pula bahwa pengacara yang memiliki idealisme berperan sangat signifikan dalam perbaikan hukum di negeri ini. PSHK misalnya, merupakan sebuah lembaga yang didirikan oleh pihak-pihak yang sebagian besar merupakan partner di beberapa firma hukum ternama.
Evidence, Strategi Advokasi, dan Eksplorasi Dunia Luar adalah Bekal Mahasiswa
Ilmu tidak hanya dilihat dari siapa yang menyampaikan. Ilmu dilihat dari sejauh mana seseorang mampu mengemukakan masalah dan solusi dengan kemampuan analisis yang tajam dan komprehensif. Maka mahasiswa, dan siapapun, juga dapat mengaplikasikan ilmunya dan berkontribusi pada perubahan hukum di negeri ini. Advokasi amandemen konstitusi pada masa reformasi juga tidak terlepas dari peran mahasiswa. Pada awalnya, tidak ada yang mau mendengar pendapat mereka karena statusnya yang masih mahasiswa dan usia yang masih muda. Namun akhirnya, pendapatnya dapat diterima karena kajian yang dipaparkan adalah kajian yang komprehensif dengan menggunakan evidence ketika menyampaikan argumentasi.
Strategi juga perlu dibuat untuk memastikan bahwa hasil kajian dapat sampai ke tangan yang tepat dan diterima dengan baik. Strategi yang dimaksud antara lain adalah dengan mencari tokoh reformis yang dihormati dan menyalurkan hasil kajian kepada tokoh tersebut.
Eksplorasi dunia luar menjadi penting agar mahasiswa juga dapat melihat sudut pandang suatu masalah beyond kampus: memahami realita dan melampaui pasal-pasal dalam peraturan. Pertemuan dengan tohoh-tokoh reformis terjadi karena mahasiswa terekspos dengan gerakan di luar kampus. Expose dari luar itulah yang dapat membuat seseorang untuk terbuka dengan imajinasi liar dan ide-ide baru yang bisa diwujudkan untuk perbaikan hukum di negeri ini.
Mahasiswa dan Reformasi Hukum: Dulu dan Kini
Konteks reformasi hukum dulu dan sekarang sudah tentu berbeda. Mahasiswa tidak selamanya bisa diharapkan untuk turun ke jalan dan melakukan aksi massa. Apalagi dengan mempertimbangkan bahwa situasi politik dan ekonomi pada masa lalu tidak sama dengan masa sekarang. Passion dan ketertarikan mahasiswa pun berbeda-beda sesuai dengan perkembangan ilmu hukum yang kian beragam. Perbedaan itu tidak menjadi penting selama mahasiswa pada masa lalu dan masa kini memiliki kesamaan, yaitu (1) imajinasi, (2) idealisme, (3) eksplorasi dunia praktik, dan (4) kemampuan membaca masalah serta menggagas ide berdasarkan bukti. Pertanyaannya kini adalah: setelah 17 tahun reformasi, apa imajinasi dan gagasan liar mahasiswa saat ini untuk berkontribusi pada pembaruan hukum di Indonesia?
Disarikan dari diskusi mahasiswa bersama Sdri. Bivitri Susanti, SH, LL.M., pada Kuliah Gabungan Klinik Hukum semester genap 2014/2015.
Putri K. Amanda
Asisten Pengajar di Bidang Studi Hukum Pidana FHUI
Pengajar Klinik Hukum Pidana FHUI