Pakar FHUI: Budaya Antikorupsi Harus Ditanamkan Sejak Dini dari Keluarga dan Dunia Pendidikan

Fakultas Hukum Universitas Indonesia > Berita > Pakar FHUI: Budaya Antikorupsi Harus Ditanamkan Sejak Dini dari Keluarga dan Dunia Pendidikan

Depok, 4 November 2025 – Pakar Hukum Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, S.H., M.H., M.H., menegaskan bahwa pembangunan budaya antikorupsi di Indonesia harus dimulai dari pembentukan nilai kejujuran dan integritas sejak dini, terutama melalui lingkungan keluarga dan dunia pendidikan. Hal ini disampaikannya dalam program siaran RRI Pro 3 Jakarta.

Menurut Akhiar Salmi, budaya hukum masyarakat Indonesia masih lemah karena ketaatan terhadap hukum belum tumbuh secara sukarela dari kesadaran diri. Ia menjelaskan bahwa budaya hukum seharusnya tercermin dalam perilaku seseorang yang menaati aturan bukan karena takut ditangkap atau diawasi, tetapi karena nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab telah tertanam dalam dirinya. “Budaya hukum itu adalah ketika seseorang menaati aturan bukan karena takut ditangkap, tetapi karena nilai-nilai itu sudah tertanam dalam dirinya. Ini yang belum terinternalisasi dalam budaya kita,” ujar-nya.

Ia menambahkan, akar dari perilaku koruptif tidak hanya berasal dari lemahnya penegakan hukum, tetapi juga dari pudarnya budaya kejujuran di masyarakat. Dalam masyarakat yang masih paternalistik, contoh dari para pemimpin sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat luas. “Masyarakat kita masih paternalistik, melihat contoh dari atas. Kalau pemimpinnya tidak jujur, sulit bagi bawahannya untuk meneladani hal baik,” ungkapnya. Ia menyoroti bahwa kasus kepala daerah yang berulang kali terjerat korupsi menunjukkan belum tumbuhnya budaya antikorupsi yang kuat.

Akhiar menekankan bahwa pendidikan menjadi nilai kunci penting dalam membangun generasi antikorupsi. Ia mencontohkan bahwa anak-anak perlu diajarkan sejak usia dini untuk tidak mengambil barang milik orang lain, melainkan meminta izin atau meminjam dengan sopan. “Nilai-nilai kejujuran harus ditanamkan dari rumah. Dari kecil anak diajarkan jangan mengambil yang bukan haknya. Kalau ini sudah menjadi kebiasaan, maka terbentuklah antibodi moral dalam diri mereka,” ujarnya. Ia juga menilai bahwa sistem pendidikan nasional masih terlalu berfokus pada aspek kognitif, sementara aspek afektif seperti empati, moralitas, dan integritas belum dikembangkan secara optimal. Padahal, menurutnya, pendidikan yang menumbuhkan kesadaran moral sejak dini akan melahirkan generasi yang menolak korupsi secara sadar tanpa perlu diawasi.

Dalam konteks penegakan hukum di daerah, Akhiar menilai bahwa hubungan kedekatan antara aparat penegak hukum dan pejabat daerah berpotensi menghambat proses pemberantasan korupsi. Ia menyarankan agar lembaga penegak hukum tingkat pusat seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan lebih aktif dalam menangani kasus-kasus di daerah untuk menghindari konflik kepentingan. Selain itu, ia juga menyoroti bahwa ancaman pidana bagi pelaku korupsi masih terlalu ringan, sehingga tidak memberikan efek jera yang memadai. “Hukuman korupsi rata-rata hanya tiga tahun. Padahal kalau ancaman pidana tegas, kesadaran hukum masyarakat bisa tumbuh,” tegasnya. Ia mencontohkan praktik tegas yang diterapkan oleh Singapura, di mana kebijakan antikorupsi diterapkan secara konsisten sehingga berhasil membentuk budaya bersih di masyarakat.

Melalui wawancara ini, Akhiar mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memulai perubahan dari lingkup terkecil, yakni rumah tangga dan sekolah. Ia menegaskan bahwa partai politik juga memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan integritas calon pemimpin yang diusungnya.

Berita terkait: https://rri.co.id/hukum/1951149/pakar-hukum-dorong-budaya-anti-korupsi

About the author

➖ Kampus UI Depok Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Kampus FHUI Gedung A Depok 16424, Jawa Barat Telepon (021) 7270003, 7863288 Faks (021) 7270052. E-mail: humas-fh@ui.ac.id & lawschool@ui.ac.id ... ➖ Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 2, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta 10430 Tel : (021) 31909008 Faks : (021) 39899148