Seiring perkembangan bisnis peluang profesi dari lulusan sarjana hukum semakin beragam. Selain advokat, terdapat berbagai profesi lain yang membutuhkan para lulusan sarjana hukum seperti in-house counsel, jurnalis, pengkaji kebijakan hingga jadi seorang penerjemah. Potensi ini tidak lepas dari aktivitas manusia yang berkaitan dengan hukum.
Jalan karier lulusan sarjana yang berada di luar pendidikan akademisnya, digeluti oleh Ester I Yusuf, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) angkatan 1990. Saat ini, dia berprofesi sebagai pengamat patologi sosial. Patologi sosial merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan prosesnya terjadinya suatu penyakit. Ilmu ini dapat dipelajari pada bidang kesehatan masyarakat.
Hukum dan kesehatan masyarakat merupakan dua ilmu pengetahuan yang sangat berbeda. Namun, bagi Ester kedua ilmu tersebut sangat berkaitan erat. “Ada banyak pandangan keliru. Kesehatan hanya dipandang sebagai individual padahal bukan individu semata tapi komunal. Pelanggaran hukum seperti tawuran, prostitusi, persekusi itu sangat berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Masyarakat tidak melanggar hukum kalau masyarakatnya itu sehat,” jelas Ester dalam Webinar 30 Tahun 90ers FHUI bertema “Potensi Profesi Sarjana Hukum”, Senin (28/12).
Dia juga melanjutkan pencegahan berbagai penyakit yang sifatnya komunal seperti hipertensi, diabetes, stroke sangat berkaitan erat dengan kebijakan publik. Menurutnya, pemerintah seharusnya dapat membatasi dan melarang faktor-faktor penyebab timbulnya berbagai penyakit tersebut.
“Jika ada jutaan orang terkena penyakit, ini bukan masalah individu harus ada sistem yang mencegahnya,” jelas Ester.
Selain Ester, Yasmin Muntaz merupakan lulusan sarjana hukum yang berkarier di luar pendidikan akademisnya. Selepas kuliah, dia mengawali karier sebagai jurnalis di salah satu televisi swasta nasional. Profesi jurnalis merupakan pilihan kariernya sejak kuliah.
“Awalnya, saya ditawarkan di bagian legal, tapi saya pilih bagian news. Ketika saya mengalami liputan-liputan besar ada kepuasan hati saat saya menjadi saksi mata dari peristiwa besar tersebut,” ujar Yasmin yang juga merupakan lulusan sarjana FHUI 1990.
Dia menjelaskan menjadi seorang jurnalis harus memiliki keinginan kuat mempelajari berbagai hal baru. Meski seorang lulusan sarjana hukum, Jasmin tetap mempelajari ilmu pengetahuan lain seperti ekonomi, jurnalistik hingga bahasa. “Lebih baik tahu banyak tapi sedikit daripada tahu banyak pada sedikit hal,” kata Yasmin.
Setelah berkarier sebagai jurnalis, Yasmin mengambil karier politik sebagai anggota partai. Dia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada 2009 dan 2019. Untuk menunjang karier politiknya, dia menempuh pendidikan magister ilmu hukum tata negara.
Ada juga Astrid Wirajuda, seorang pengajar dan konsultan penerjemahan hukum. Astrid mengawali karier sebagai konsultan hukum pada firma hukum selama 10 tahun. Tanggung jawab sebagai seorang ibu yang membuat Astrid harus mengakhiri karier selain advokat. Dia memilih penerjemah hukum sebagai profesinya saat ini. Dia sudah menguasai tiga bahasa asing yaitu Inggris, Jepang dan Prancis.
“Mungkin sebagian besar tahu kerja di lawfirm sangat demanding, enggak jarang pulang pagi. Setelah punya tiga anak saya merasa enggak balance hidupnya. Itu turning buat saya. Tapi di sisi lain tetap ingin berkiprah di bidang hukum,” jelas Astrid yang sudah terdaftar sebagai penerjemah tersumpah ini.
Kemudian, ada juga Ratih Amri, Senior Vice President Mining and Minerals Industry Institute MIND ID (Holding BUMN Pertambangan). Dia mengatakan tugas utamanya yaitu mengkaji kebijakan pertambangan agar manfaatnya dapat dirasakan secara berkelanjutan.
“Saya tertarik join dalam policy research karena membentuk policy pada komoditas yang no renewable tapi tetap dirasakan secara sustainable. Sehingga jadi implementasi pasal 33 ayat 3 UUD 1945,” jelas Ratih, alumni FHUI Angkatan 1990.
Ratih menambahkan divisi riset kebijakan pada badan usaha masih belum umum diterapkan pada perusahaan swasta. Sehingga, dia mengatakan posisinya saat ini merupakan kesempatan untuk menggali ilmu baru. “Lingkup policy research itu unik enggak semua perusahaan ada ini. Baru BUMN yang saya yang tahu,” jelas Ratih.