Gugatan Sederhana Sebagai Salah Satu Cara Menyelesaikan Sengketa
Oleh: Clara Panggabean, S.H.
Penulis adalah Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia alumni 2018
Jakarta, Detak Jakarta
Gugatan sederhana atau disebut dengan small claim court, merupakan terobosan baru dalam hukum acara di Indonesia. pengaturan mengenai gugatan sederhana dapat dilihat dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015, tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (untuk selanjutnya disebut PERMA No.2 Tahun 2015). Aturan tersebut merupakan salah satu jawaban bagi para pencari keadilan yang hendak mengajukan gugatan dengan penyelesaian secara cepat. Kehadiran PERMA No. 2 Tahun 2015 merupakan implementasi dari asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan bagi para pencari keadilan dengan sistem pembuktian yang sederhana.
Terbitnya PERMA No. 2 Tahun 2015, juga merupakan salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung. Gugatan sederhana dengan gugatan perdata umum di Pengadilan adalah sama-sama berada di ranah hukum perdata. Selain itu, baik gugatan perdata umum, sama-sama dapat menyelesaikan sengketa atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) atau ingkar janji (Wanprestasi).
Dalam gugatan sederhana, nilai gugatan materil paling banyak Rp. 200.000.000 (pasal 1 angka 1 PERMA No. 2015). Gugatan sederhana itu, ringan sesuai dengan asasnya yaitu sederhana, cepat, biaya ringan untuk membuka akses yang luas bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan.
Pada tingkat di Pengadilan Negeri, hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan adalah Hakim tunggal (pasal 1 angka 2). Upaya keberatan: Majelis Hakim (pasal 25 ayat (1)). Sementara waktu penyelesaian di Pengadilan Negeri: 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama (pasal 5 ayat (3). Keberatan: putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lama 7 hari setelah penetapan Majelis Hakim (pasal 27).
Selanjutnya, kompetensi relatif dalam gugatan sederhana yang diajukan oleh penggugat dan tergugat berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama. Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana. (pasal 4 ayat (2) dan (3). Sementara perdamaian dilakukan oleh Hakim dengan memperhatikan bahwa batas waktu 25 hari untuk menyelesaikan sengketa (pasal 15 ayat (1).
Proses pemeriksaan gugatan, sebagaimana pada pasal 17 PERMA No. 2 Tahun 2015 mengatakan, bahwa dalam gugatan sederhana tidak dapat diajukan tuntutan provinsi, eksepsi, rekovensi, intervensi, replik, duplik atau kesimpulan.
Maka upaya hukum dalam penyelesaian gugatan sederhana, putusan bersifat final dan banding, di mana upaya hukum yang dapat diajukan oleh para pihak yang tidak menerima putusan pengadilan, berupa upaya hukum keberatan (pasal 21—30).
Penggugat dapat mengajukan gugatn sederhana dengan tuntutan ganti rugi materil paling banyak Rp. 200.000.000. Kerugian materil paling gugatan sederhana terhadap gugatan wanprestasi berupa kerugian dari perjanjian serta biaya-biaya lain diluar yang diperjanjikan. Tuntutan ganti kerugian dalam gugatan sederhana sama saja seperti dalam gugatan umum, namun dalam gugatan sederhana diharapkan apa yang dituntut oleh penggugat dapat dibuktikan secara sederhana.
Setelah adanya putusan Pengadilan Negeri tingkat pertama, apabila salah satu pihak tidak menerima putusan, maka salah satu pihak dapat mengajukan upaya hukum keberatan. Upaya hukum keberatan yang telah disebutkan itu, yang membedakan dengan upaya hukum dalam gugatan perdata umum terdapat upaya hukum banding, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Dengan adanya upaya hukum keberatan dalam gugatan sederhana, maka tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat diajukan oleh para pihak dimana putusan keberatan merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Hal ini sesuai dengan pasal 30 PERMA No. 2 tahun 2015 yang menyatakan, bahwa putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.
Jadi, alur penyelesaian gugatan sederhana terakhir ialah di tingkat keberatan. Selanjutnya, permohonan keberatan oleh pihak yang tidak menerima putusan oleh Hakim tunggal paling lambat 7 hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan oleh jurusita dilakukan. Permohonan keberatan oleh pemohon keberatan harus disertai dengan alasan-alasan berupa memori keberatan telah melampaui batas waktu pengajuan, maka permohonan keberatan tersebut tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan berdasarkan surat keterangan panitera.
Dalam pemeriksaan keberatan, Ketua Pengadilan menetapkan Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutuskan permohonan keberatan yang telah diajukan oleh pihak yang tidak menerima putusan. Setelah ditetapkan Majelis Hakim, maka akan dilakukan pemeriksaan keberatan yang hanya menyangkut tentang: (a) putusan dan berkas gugatan sederhana, (b) permohonan keberatan dan memori keberatan, serta (c) kontra memori keberatan.
Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 hari setelah tanggal penetapan Majelis Hakim. Terhadap putusan keberatan tersebut, tidak ada upaya hukum lain yang diajukan, selain upaya keberatan sebagaimana dalam pasal 30 ayat berbunyi: “putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.”
Berdasarkan ketentuan PERMA No. 2 tahun 2015 tersebut, perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri dengan Gugatan Sederhana harus sederhana dalam hal untuk diselesaikan mulai dari awal pemeriksaan hingga putusan yang memperoleh berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum dalam gugatan sederhana juga terbatas hanya berupa keberatan tidak seperti gugatan umum yang dapat berupa banding, kasasi bahkan hingga peninjauan kembali.
Oleh karena itu, gugatan sederhana dalam putusannya Hakim perlu mempertimbangkan secara benar dan teliti, agar tercapai tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Selain itu, dalam prakteknya putusan gugatan sederhana yang telah berkekuatan hukum tetap, belum banyak dipublish dalam website Mahkamah Agung. Sehingga dari pemerintah khususnya Mahkamah Agung perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat, agar masyarakat yang berperkara dengan nominal gugatan relatif kecil dapat berperkara dengan menyelesaikan melalui gugatan sederhana.