BILA kita berkendara di kota-kota besar di Indonesia, utamanya Jakarta, Surabaya, Bandung, atau Semarang, kemacetan di hari-hari kerja adalah hal yang tak terpisahkan. Seolah-olah ini menjadi bagian dari ritme kehidupan lalu lintas kota besar. Alih-alih melawan, sebagian besar pengguna jalan memilih pasrah. Kemacetan adalah bagian dari keseharian metropolitan. Nikmati saja. Berdasarkan data, juara dunia kemacetan terbesar di dunia jatuh pada Manila, Philippines (traffic index 71.29), lalu Mumbai, India (traffic index 67.68), Sao Paulo, Brasil (5.97), Istanbul Turkiye (49.6 1), dan baru Jakarta dengan traffic index 48.58 (data dari detract.com, 08/ 05/ 2005). Bila kemacetan mulai banyak dimaklumi, kenyataannya ada fenomena lain di tengah kemacetan yang lebih dibenci pengguna jalan. Bahkan lebih dibenci dari kemacetan itu sendiri.
Yaitu penggunaan strobo, rotator, sirene, dan patrol pengawalan (voorijder) yang tak perlu dan tak urgen. Mengapa hal ini menyebalkan dan melelahkan? Karena urusan sang tuan dan nyonya yang dikawal oleh voorijder tersebut seringkali tidak penting. Dan mereka bukan pula pihak yang harus dikawal.Mereka hanya ingin laju jalan bebas macet dan cepat sampai tujuan. Padahal, urusan pengguna jalan lain juga tidak kalah penting. Hanya saja mereka tak punya kuasa, apalagi dana untuk mendapat layanan voorijder alias patwal.
Melawan Mudharat Tok Tok Wuk Wuk Naila Sakhailla (lk2fhui.law.ui.ac.id, Desember 2024) mengulas bahwa Patwal sejatinya sering disalahgunakan untuk kepentingan pribadi maupun komersial. Contohnya adalah Sunday Morning Ride (sunmori) motor-motor gede (moge), rombongan liburan pejabat, dan pengawalan artis menuju lokasi syuting. Bahkan, ada pula kendaraaan sekolah dan kampus yang dikawal oleh polisi. Fenomena ini memancing kemarahan masyarakat. Warga berpikir bahwa hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran etika dan penyalahgunaan fasilitas negara. Namun, mereka tidak bisa bersuara karena sudah dinormalisasi. Masyarakat biasa hanya bisa mengeluh “Mengapa harus sirene? Siapa mereka sampai wajib didahulukan? Saya juga takut terlambat, mengapa mereka tidak berangkat lebih awal saja?” Atau “urusan saya tak kalah penting dengan Anda, lalu mengapa Anda harus jalan terburu-buru dengan minta dikawal?” Maka lahirlah Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk”, gerakan protes masyarakat di Indonesia yang ramai di media sosial dengan menolak penggunaan strobo, sirene, dan rotator secara sembarangan atau ilegal di jalan raya.Istilah “Tot Tot” dan “Wuk Wuk” meniru bunyi sirene dan strobo yang kerap mengganggu pengguna jalan lain. Gerakan ini muncul karena banyaknya keluhan masyarakat atas penggunaan fasilitas tersebut oleh pejabat atau pengguna kendaraan yang tidak berhak, yang sering memakai strobo dan sirene untuk membelah kemacetan atau bertindak arogan.
Mereka menuntut hanya ambulans, pemadam kebakaran, dan kendaraan darurat resmi saja yang berhak menggunakan fasilitas tersebut sesuai aturan. Respons atas gerakan ini antara lain dari Korlantas Polri yang membekukan penggunaan strobo dan sirene pengawalan yang menimbulkan gangguan, serta surat edaran dari Istana agar pejabat menggunakan fasilitas tersebut secara wajar dan tidak semena-mena, menghormati pengguna jalan lain. Gerakan ini juga diwujudkan dengan penyebaran stiker dan kampanye kesadaran di jalan.
Padahal, sanksi hukum bagi pengemudi yang melanggar aturan penggunaan sirene, lampu strobo, dan rotator di jalan raya di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaran penggunaan sirene dan strobo yang tidak sesuai ketentuan (misalnya, digunakan oleh kendaraan pribadi yang tidak berhak) dapat dikenakan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp 250.000 (sekitar dua ratus lima puluh ribu rupiah) sesuai Pasal 287 ayat (4) UU No. 22/2009.
Lalu, petugas berwenang dapat melakukan penindakan berupa tilang dan penyitaan perangkat sirene atau strobo yang ilegal sebagai barang bukti pelanggaran.Penggunaan sirene dan strobo hanya diperbolehkan untuk kendaraan tertentu yang memiliki hak prioritas seperti ambulans, mobil pemadam kebakaran, polisi, dan kendaraan pengawalan resmi dalam keadaan darurat.
Pelanggaran penyalahgunaan perangkat ini dapat membingungkan pengguna jalan lain dan meningkatkan risiko kecelakaan, sehingga aturan ini ditegakkan untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu lintas. Mengapa sirene dan strobo ilegal wajib dilarang? Penggunaan sirine ilegal memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap keselamatan lalu lintas.
Beberapa dampak utama adalah sebagai berikut: Pertama, gangguan kesehatan dan keselamatan pengendara. Lampu strobo yang sering dipadukan dengan sirine menghasilkan pendar cahaya cepat yang menyebabkan distraksi dan teralihkannya fokus pengendara lain (indonesiare.co.id, 15/02/ 2022) sehingga meningkatkan risiko kecelakaan. Paparan yang berkepanjangan bahkan bisa mempercepat penuaan jaringan retina dan berisiko menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Selain itu, paparan cahaya strobo dapat memicu gangguan saraf seperti perilaku mirip autisme pada penderita autisme. Kedua, erosi kepercayaan masyarakat dan ketidakadilan sosial. Penyalahgunaan sirine dan strobo sebagai simbol status atau kekuasaan menciptakan ketimpangan perlakuan di jalan. Masyarakat yang tidak memiliki akses merasa dipinggirkan dan ini merusak rasa keadilan serta mengikis kepercayaan terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah (Sakhailla, lk2fhui.law.ui.ac.id, Desember 2024). Ketiga, kehilangan fungsi utama sirine sebagai alat keselamatan. Penggunaan yang tidak tepat menyebabkan sirine menjadi kurang dipercaya oleh pengendara lain, bahkan bisa menghambat kendaraan darurat sesungguhnya karena pengguna jalan lain ragu memberi jalan dengan alasan takut salah paham.
Tidak heran jika publik banyak yang beropini negatif mengenai hal tersebut. Bahkan, ketidakpercayaan masyarakat kadang meluas sampai pada kendaraan darurat resmi. Sebagai contoh, pada 7 Juli 2025 di Puncak, Bogor, pengawalan darurat oleh polisi untuk anak yang sakit sempat tertahan karena pengendara lain tidak percaya kendaraan tersebut benar-benar membawa pasien (Raihan Sultan Nugraha, Kumparan.com, 18/ 09/ 2025). Keempat, kerusakan sosial dan budaya disiplin berlalu lintas. Penyalahgunaan fasilitas negara seperti sirine mencerminkan perilaku arogansi dan semena-mena yang menyuburkan pelanggaran lalu lintas yang lebih luas, menghambat pembentukan budaya tertib berlalu lintas secara berkelanjutan (Sakhailla, lk2fhui.law.ui.ac.id, Desember 2024) Kontrol ketat dan kesadaran pengguna Penyalahgunaan sirene oleh pihak yang tidak berhak dapat dianggap sebagai pelanggaran hak rakyat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan dan penegakan hukum.
Beberapa negara melarang penggunaan klakson sembarangan atau mengatur ketat penggunaannya untuk mengurangi kebisingan dan menjaga ketertiban lalu lintas. Contohnya: Irlandia melarang klakson dibunyikan antara pukul 11.30 malam hingga 7 pagi kecuali keadaan darurat. Kota New York, Amerika Serikat, melarang penggunaan klakson kecuali dalam keadaan darurat dan memberikan denda. Jepang membatasi penggunaan klakson hanya untuk keadaan darurat, penggunaan sembarangan dianggap tidak sopan. Inggris melarang penggunaannya kecuali keadaan tertentu, denda cukup besar bagi pelanggar. Sebelum mengharapkan sanksi dari aparat penegak hukum untuk segala pelanggaran ini, yang harus pertama sadar adalah tuan atau nyonya dari pemilik mobil atau barangkali pemilik moge (motor gede) yang menggunakan jasa patwal/voorijder ber-strobo atau rotator ataupun sirene. Ketahuilah bahwa Anda tidak berhak menggunakan semua fasilitas tersebut, sekalipun Anda memiliki kekuasaan, privilleges dan dukungan cuan untuk mendapatkan layanan tersebut.
Bila ingin jalan lebih lengang dan cepat sampai tujuan, maka berangkatlah lebih awal. Jalanlah lebih pagi. Atau gunakan transportasi umum seperti KRL, MRT, TransJakarta (bila di Jakarta) hingga ojek online. Karena, seringkali, urusan Anda juga tidak lebih penting dari urusan kami. Masyarakat biasa, pengguna jalan biasa.
Sumber:https://nasional.kompas.com/read/2025/09/21/08400561/gerakan-stop-tok-tok-wuk-wuk?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Mobile

