Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Universitas Indonesia dari Fakultas Hukum (FHUI) mengadakan pengabdian masyarakat di Desa Lende Tovea, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Rabu (26/9). Di Indonesia, Donggala masuk urutan ketujuh kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pasca gempa bumi dan tsunami pada 28 September 2018 meningkatkan jumlah kasus KDRT. Banyak faktor kondisi ini terjadi, di antaranya adalah karena hilangnya pekerjaan.
Saat menyampaikan kata sambutan, Dr Wirdyaningsih SH, MH selaku ketua Tim Pengabdi menyampaikan, kegiatan pengabdian masyarakat ini penting untuk dilakukan. “Setidaknya ada dua tujuan, yaitu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang apa itu KDRT dan cara menyeselesaikannya. Selain itu, peningkatan kreativitas masyarakat dalam mengolah ikan, seperti abon. Untuk itu kami mengajak Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kabupaten Donggala dan Dinas Perikanan dalam kegiatan ini,” kata Dr Wirdyaningsih dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (30/9).
Salah satu faktor yang menyebakan terjadinya KDRT di Sirenja ini selain ekonomi adalah karena adanya kebiasaan surat kebebasan. “Surat kebebasan ini sering menjadi awal terjadinya KDRT, karena suami bisa menelantarkan istrinya,” kata Aritatriana MSi, kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kabupaten Donggala.
Kasus KDRT tidak terselesaikan dengan baik karena tidak ada penyelesaian dari pasangan suami istri. Sering kali ketika misalnya istri mengalami KDRT, suami minta maaf, dan istri melupakan kejadian tersebut, tidak ada penyelesaian.
Ahmad Ghozi SH, LLM, salah seorang anggota Pengmas FHUI mengatakan, “Bedakan antara menyelesaikan dan melupakan, karena sering kali masyarakat kita menganggap ‘melupakan’ itu bisa menyelesaikan masalah”.
Menurutnya, KDRT sangat dekat dengan pelanggaran yang terkena delik pidana. Oleh karena itu suami isteri harus menjaga agar rumah tangga tidak berurusan dengan polisi.
Ketua Tim Pengabdi FHUI, Abdul Karim Munthe mengemukakan, untuk menyelesaikan dan mencegah terjadinya KDRT suami, istri, dan anak harus memahami hak dan kewajibannya masing-masing. “Sering kali suami istri karena merasa paling hebat merasa pasangannya tidak mampu berbuat untuk keluarga. Akhirnya terjadilah percekcokan,” ujanya.
Ia menambahkan, di antara yang harus diperhatikan dalam keluarga adalah suami istri harus menciptakan rumah tangga yang sakinah. Sakinah itu adalah ketika suami, istri dan anak merasa tenang ketika pulang ke rumah.
“Untuk menciptakan keluarga yang sakinah, pasangan harus memiliki sifat mawaddah yaitu cinta dan rahmah yaitu kasih sayang. Bagi setiap pasangan cobalah untuk melakukan hal-hal romantis kepada pasangan walau dengan hal sederhana,” paparnya.
Lende Tovea menghasilkan banyak ikan. Di sesi akhir, Tim Pengabdi bersama Risnawati Lapadangku, SPi dari Dinas Perikanan Kabupaten Donggala memberikan pelatihan pengelohan ikan menjadi abon. “Ibu-ibu setelah pelatihan ini mesti membuat kelompok usaha pengelohan ikan, nanti bisa bekerja sama dengan UPT Kecamatan Sirenja, agar ibu-ibu juga mandiri secara ekonomi dan tidak lagi mengalami KDRT. Banyaknya terjadi KDRT karena kurang mandirinya seorang istri,” ujar Risnawati.
Sebagai tindak lanjut , Tim Pengabdi memperkenalkan Duta Keluarga Bebas KDRT. Ada lima orang duta yang diperkenalkan. Ada unsur pemerintah desa dan juga masyarakat. Tiga perempuan dan dua laki-laki. “Kami berharap ibu dan bapak bisa dibantu oleh Duta yang telah kami berikan pelatihan untuk membantu bapak ibu dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi,” ungkap Nunung, sapaan akrab ketua Tim Pengabdi saat menutup kegiatan.
Sumber: https://republika.co.id/berita/pyo2yr374/gempa-donggala-kdrt-dan-abon-ikan