Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyelenggarakan seminar peringatan 25 tahun Konvensi Internasional tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang digelar di Hotel Arya Duta, Rabu (05/02/20), Jakarta. Seminar UNCLOS dihadiri pembicara-pembicara internasional yang ahli dalam membahas hukum laut. Salah satu pembahasannya adalah Laut Natuna.
Di Laut Natuna Utara, China diduga mencoba hadir secara fisik di zona tersebut lewat kapalkapal patroli negara itu yang berulang kali mengawal nelayan mereka di ZEE Indonesia di perairan tersebut. Kapal-kapal itu diketahui mengawal kapal nelayan China yang mencuri ikan di sana. Di ZEE perairan tersebut, ada tumpang tindih klaim antara Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Sebagian klaim tengah dalam perundingan.
Masalah perbatasan maritim perlu diselesaikan. Penyelesaian masalah itu akan membuat aparat di lapangan tidak ragu bertindak. Akibat permasalahan tersebut Aparat tidak leluasa bertindak karena ketidakjelasan perbatasan maritim. Ketidakjelasan ini kerap memicu ketegangan di perbatasan maritim. Aparat Indonesia; Malaysia, dan Vietnam sering berselisih di perairan perbatasan.
Menurut Arie Afriansyah, S.H., LL.M., Ph.D, seharusnya hal terpenting sekarang adalah persatuan ASEAN agar negara lain tidak dapat peluang masuk.
Hal serupa pun dikatakan oleh Salawati Mat Basir, dosen Umversiti Kebangsaan Malaysia yang mengatakan jika ASEAN seharusnya perlu suara bersama tidak boleh menghadapi sendirian.
Oleh karena itu, pelanggaran oleh Cina ini bukan kompetensi pengadilan internasional. Cara yang bisa dilakukan adalah menegaskan kehadiran fisik Indonesia secara konsisten di perairan Natuna Utara.
“Indonesia selalu berpegang pada UNCLOS. Indonesia tidak pernah mempersoalkan kapalkapal negara lain berlayar di perairan tempat hak berdaulat Indonesia. Kapalkapal penegak hukum Indonesia hanya mengusir pihak luar yang mengambil sumber daya di perairan tempat hak berdaulat Indonesia.” ujar Dr. Damos Dumoli Agusman, S.H., MA
Kewilayahan laut Indonesia sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 juga telah diperkuat melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-Undang ini menjadikan Deklarasi Djuanda 1957 juncto UNCLOS 1982 sebagai salah satu momentum penting yang menjadi pilar memperkukuh keberadaan Indonesia suatu negara.