Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggelar forum group discussion (FGD) membahas revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang baru saja disahkan. Diskusi digelar di ruang guru besar Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (17/9).
Kegiatan ini dihadiri oleh para ahli, yakni Akhiar Salmi, S.H., M.H., Gandjar Laksamana Bonaprapta, S.H., M.H., Dr. Fitra Arsil, S.H., M.H., Gita Putri Damayana, S.H., LL.M. dan moderator Mohammad Novrizal Bahar, S.H., LL.M. Revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menjadi polemik bagi masyarakat maupun para ahli hukum maka dilakukan adanya pembahasan revisi Undang-undang tersebut.
Keputusan anggota DPR dan pemerintah dalam mengesahkan RUU KPK menurut para ahli tidak wajar karena dilakukan dengan begitu cepat. Hal ini dikatakan oleh Gandjar Laksamana Bonaprapta, S.H., M.H., yang merupakan Dosen FHUI. Ia mengatakan, jika dirinya sulit menerima kenyataan RUU KPK telah disahkan.
Hal itu pun ditanggapi juga oleh Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Dr. Fitra Arsil, S.H., M.H. mengatakan aktivitas DPR di masa akhir jabatan periode 2014-2019 tidak wajar.
Setelah disahkan, berikut adalah tujuh poin revisi yang disepakati oleh DPR dan Pemerintah.
Pertama, terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen.
Kedua, mengenai pembentukan Dewan Pengawas KPK.
Ketiga, terkait pelaksanaan fungsi penyadapan.
Keempat, mengenai mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara tindak pidana korupsi oleh KPK.
Kelima, terkait koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi.
Keenam, mengenai mekanisme penggeledahan dan penyitaan, dan ketujuh terkait sistem kepegawaian KPK.