Depok, 12 September 2025 – Melanjutkan pernyataannya pada 4 September 2025 mengenai pentingnya percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset dengan partisipasi publik yang bermakna, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Akhiar Salmi, S.H., M.H., kembali memberikan pandangannya dalam wawancara bersama Radio Elshinta pada 11 September 2025.
Akhiar menegaskan bahwa keberadaan RUU Perampasan Aset sangat krusial untuk memperkuat instrumen pemberantasan korupsi yang selama ini dinilai belum optimal. Menurutnya, konsep asset recovery harus mencakup dua jalur: pemidanaan melalui UU Tipikor dan TPPU, serta mekanisme non-conviction based asset forfeiture untuk merampas aset yang diperoleh secara melawan hukum meskipun pelakunya tidak dijatuhi hukuman pidana
Ia juga menekankan kembali bahwa partisipasi masyarakat harus benar-benar substantif, bukan sekadar simbolis. “Kalau publik hanya dilibatkan secara formalitas, besar risiko undang-undang ini nantinya diuji materi di Mahkamah Konstitusi. DPR harus membuka ruang rapat dengar pendapat yang inklusif, transparan, dan berulang, agar aspirasi masyarakat betul-betul terserap,” jelasnya.
Lebih lanjut, Akhiar mengingatkan bahwa politik hukum setiap rezim memiliki corak berbeda, dan pada era Presiden Prabowo Subianto terdapat komitmen kuat untuk memberantas korupsi. Namun, menurutnya, DPR tetap memegang peran sentral untuk memastikan aspirasi masyarakat masuk dalam naskah akademik dan rumusan pasal RUU. “Inilah bukti demokrasi, bahwa hukum dibentuk bukan untuk kepentingan elite, melainkan untuk mengembalikan kekayaan negara kepada rakyat,” pungkasnya.

