Bahas Dampak Kebijakan Menteri Susi FHUI Adakan FGD
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Decreasing the Vulnerability of Indonesia’s Fishing Communities: Countering the Threats of Illegal & Unsustainable Fishing” pada Jumat, 03 November 2017 di Ruang Moot Court Hafni Sjahrudin FHUI, Kampus UI Depok.
FGD ini memaparkan hasil laporan turun lapangan Newton Fund di Bitung dan Dobo oleh tiga peneliti, yaitu Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D., Prof. Adrianus Meliala, Ph.D., dan Muhammad Bilahmar dihadapan tamu undangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya illegal fishing di wilayah perairan Indonesia, adanya kebijakan-kebijakan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti terbaru, termasuk moratorium kapal eks-asing, larangan kapal asing, dan juga trawl, dan dampak peraturan tersebut.
Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D. menjelaskan bahwa masih terdapat praktik penangkapan ikan ilegal di perairan sekitar Bitung. Penangkapan ilegal ini dilakukan oleh kapal ikan di Filipina di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif di laut Sulawesi yang dahulu melakukan praktik transhipment atau bongkar muat barang di tengah laut. Namun, pascamoratorium, kesejahteraan nelayan kecil meningkat, berbeda dengan pelaku usaha perikanan di Kota Bitung yang justru mengeluhkan kesulitan mendapat bahan baku ikan. Karena 95 % nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil yang menangkap ikan sebagai mata pencaharian sehari-hari.
Nelayan-nelayan ini melakukan penangkapan secara tradisional dan sadar dengan pentingnya menjaga keberlangsungan sumber daya alam di perairan. Sehingga menurut Prof. Adrianus Meliala, Ph.D. masyarakat melakukan peringatan, mengancam kemudian menghentikan ketika kapal besar menggunakan trawl. Karena penggunaan trawl dengan mengeruk dasar perairan akan merusak habitat. Peringatan dan ancaman ini bermotif untuk bertahan hidup, tidak ada niat jahat serta sebagai makhluk sosial para nelayan akan saling mengingatkan kalau laut sebagai tempat mencari nafkah harus dijaga.
Sedangkan Muhammad Bilahmar menjelaskan hasil penelitiannya di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Alasan pemilihan tempat di Dobo karena terdapat nelayan kecil yang merasakan dampak moratorium, selain itu Kepulauan Aru berada di WPP 718 dengan IUU Fishing tertinggi.
Dari hasil wawancara terkait dampak moratorium, larangan trawl, dan larangan transhipment bahwa pasca moratorium hasil tangkapan meningkat antara 2-3 kali lipat, tidak ada penggunaan trawl di desa-desa nelayan, transhipment dikalangan nelayan kecil jarang terjadi.