Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Teddy Anggoro memastikan, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) takkan berdampak terhadap Pondok Pesantren (ponpes) tradisional. Pangkalnya, diatur dalam regulasi tersendiri”Pesantren ada undang-undang khusus. Ketentuannya tunduk pada pada UU Pesantren (UU Nomor 18 Tahun 2019, red),” kata Teddy, Selasa (1/9/2020).
Sementara itu, RUU Ciptaker bertujuan untuk menstimulus penciptaan kerja. “Jadi UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) yang dimaksud diubah melalui RUU Cipta kerja untuk tujuan penciptaan pekerjaan. Bukan mempidana orang-orang baik, seperti ustaz dan ustazah,” ungkapnya.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Mardani Ali Sera sebelumnya mengklaim, RUU Ciptaker yang mengubah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, membuka peluang pemidanaan terhadap ulama dan atau kiai pemilik ponpes tradisional.
Menurut Mardani, draf RUU Ciptaker Pasal 68 Ayat (5) mensyaratkan penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan masyarakat wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Bagi Teddy, analisis dan kesimpulan tersebut keliru. “Saya baca sih, enggak, ya. Makanya, bingung, kok, F-PKS ada kesimpulan begitu,” tuturnya.
Dirinya lantas mencontohkan dengan penerapan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Ketentuan ini takkan mengancam warga jika tidak melakukan tindakan kriminal tersebut.
“Dia (Pasal 351 KUHP) mengancam buat yang melakukan. Konsep itu dulu yang harus kita samakan,” jelasnya.
Menurut Teddy, tujuan RUU Ciptaker juga hanya menyangkut pendidikan komersial, bukan pesantren. Kedua, menciptakan pekerjaan dan lapangan kerja. “Semoga membantu menurunkan peningkatan pengangguran karena Covid-19 ini (coronavirus baru),” tandasnya