Pada 15 April, Bidang studi hukum tata negara menggelar seminar nasional yang bertajuk “Bencana Alam Dalam Preskpektif Hukum Tata Negara Darurat: Sebuah Asprirasi untuk RUU Penanggulangan Bencana” di Ruang Balai Sidang, FH UI Kampus Depok. Seminar ini dihadiri oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., MH., Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.Si., Ph.D. dan Untung Tri Warsono, M.Si serta Qurrata Ayuni, S.H., MCDR.
Membahas perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (UU Penanggulangan Bencana) dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2018 merupakan momentum bagi akademisi dan masyarakat untuk memberikan masukan terkait penanganan bencana alam di Indonesia.
Berada di wilayah yang dikenal sebagai ‘Ring of Fire’, Indonesia menjadi salah satu negara berpotensi mengalami bencana alam terbanyak di dunia. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa bencana alam masih menjadi penyumbang bencana terbesar di Indonesia. Salah satu bencana yang sering kali terjadi diantaranya adalah banjir, gempa bumi, tsunami dan gunung meletus yang dapat memakan korban jiwa hingga ribuan hingga jutaan jiwa.
Hal ini diperkuat dengan penelitian mengenai indeks resiko bencana Maplecroft yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang dengan indeks resiko bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim dalam kategori tinggi. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam Indeks Risiko Bencana Indonesia, 26 Provinsi Indonesia masuk ke dalam kategori Kelas Risiko Tinggi, dan 7 Provinsi sisanya masuk ke dalam kategori Kelas Resiko Sedang. Pengelompokan tersebut didasarkan pada variabel-variabel: bahaya, kerentanan, kerugian, dan kerusakan lingkungan oleh gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, cuaca ekstrim, serta gelombang pasang.