Our Ocean Conference 2018: Sebuah Langkah Maju
Oleh: Prof. Melda Kamil Ariadno
Setiap orang di dunia harus sadar bahwa laut merupakan warisan milik kita bersama.
Indonesia dengan berani mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Our Ocean Conference 2018 di Bali pada tanggal 29-30 November 2018, Konferensi tahunan tersebut menjadi ajang paling bergengsi bagi masyarakat internasional dalam berbicara, berdiskusi dan menjaga komitmen untuk menjadikan samudera yang sehat sebagai tujuan strategis dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomer 14 (Sustainable Development Goals No. 14), yaitu Life Below Water.
Di dalam Konfrensi tersebut berbagai macam topik disajikan mulai dari sumber daya hayati kelautan, perlindungan lingkungan laut hingga topik mengenai global leadership dalam bidang kelautan. Banyak sekali perhatian strategis dan komitmen telah dieksplorasi, dijabarkan, dan digalakkan.
Di antara topik-topik tersebut benar-benar menyentuh inti kepentingan kelautan nasional Indonesia sehingga perlu mendapat perhatian dan dedikasi serius untuk dapat dijabarkan dan dicari berbagai pemecahan terkait hal tersebut. Beberapa masalah strategis tersebut antara lain ialah:
- Manajemen Risiko Bencana Kelautan
Terdapat beberapa negara di dunia yang memiliki risiko ancaman bencana alam kelautan, salah satunya yaitu Indonesia. Masyarakat perlu mewaspadai bencana gempa bumi laut dan tsunami yang tidak dapat diprediksi, serta naiknya permukaan air laut akibat pengaruh badai atau pasang.
Meskipun teknologi untuk mencegah dampak bencana kelautan telah dikembangkan, namun pengaplikasiannya masih belum dapat menjadi alat pencegahan mutlak dari penyebab bencana dan timbulnya korban. Oleh karena itu kita perlu mempersiapkan masyarakat untuk dapat beradaptasi terhadap peluang ancaman bencana laut yang akan datang ke kehidupan sehari-hari mereka dengan tidak terduga.
Guna meminimalisir dampak korban jiwa dan kerusakan dibutuhkan perpaduan antara pengembangan penggunaan teknologi tinggi sebagai sistem peringatan dini yang efektif, serta pelatihan dan advokasi masyarakat mengenai tanggap darurat bencana aspek kelautan.
- Kawasan Konservasi Laut/Maritim
Pelestarian keanekaragaman hayati kelautan membutuhkan campur tangan manusia untuk dapat menjaga dan melindunginya agar tidak rusak dan terancam punah. Keserakahan manusia akan sumber biota laut hanyalah salah satu alasan utama penyebab kerusakan sementara rasa tanggung jawab manusia dalam menjaga lingkungan kelautan semakin memudar dari waktu ke waktu.
Untuk itu harus ada upaya untuk mengingatkan kembali para pemangku kepentingan utama termasuk mereka yang sehari-hari hidup dengan cara memanfaatkan laut, seperti masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, perlu diingatkan kembali bahwa terumbu karang memerlukan perlindungan dan perlakuan dengan hati-hati supaya tidak rusak. Indonesia dan 5 negara lainnya telah berkomitmen untuk berbuat lebih dalam upaya perlindungan terumbu karang, yaitu dengan mendirikan Coral Reef Triangle Initiative (CTI) yang berkantor pusat di Manado, Indonesia.
CTI mendedikasikan diri untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut dengan meminta setiap anggota untuk mengambil komitmen nyata dalam melindungi segitiga terumbu karang dunia di dalam wilayah mereka. Keberadaan Marine Protected Areas (MPA) atau Kawasan Perlindungan Maritim telah meningkat di seluruh dunia termasuk di Indonesia, pada kenyataannya Indonesia mendedikasikan dirinya untuk memiliki setidaknya 2 juta hektar MPA di seluruh wilayah Indonesia. Di luar itu keanekaragaman hayati laut bebas diyakini belum tersentuh oleh manusia.
Lantas bagaimana keanekaragaman hayati di laut bebas dilindungi sementara tidak ada negara yang memiliki yurisdiksi tersebut, dalam hal itu. UNCLOS 1982 sebenarnya telah mengatur segala sesuatu hal termasuk kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut di luar yurisdiksi nasional, pertanyaannya sekarang apakah kita perlu memiliki konvensi baru yang mengatur perlindungan lingkungan di laut bebas secara khusus atau kita hanya perlu mengadopsi aturan pelaksana UNCLOS 1982 untuk lebih mengatur berdasarkan semua prinsip yang telah tertanam di dalamnya, termasuk pada pengelolaan MPA di Laut bebas.
- Dampak Terkait Perubahan Iklim Pada Kelautan
Perubahan iklim secara nyata benar-benar sedang terjadi di dunia ini, bagi mereka yang ragu untuk percaya akan hal tesebut, hanya perlu melihat fakta dampak yang telah terjadi, di mana permukaan laut mulai naik akibatnya pulau-pulau mulai tenggelam, mencairnya lapisan es Antartika dan memutihnya terumbu karang.
Lautan yang sebelumnya diyakini mampu menyerap kadar karbon dioksida tanpa batas kini kondisinya berubah menjadi asam, akibat pengaruh zat polusi, dalam kondisi ini daya dukung laut untuk kehidupan semakin berkurang. Negara-negara maju telah melakukan banyak hal sejak dikeluarkannya Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC), Protokol Kyoto hingga Perjanjian Paris, namun begitu banyak hal yang belum dilakukan secepat yang diharapkan.
Kita perlu melakukan usaha lebih besar lagi untuk mengurangi emisi dan gas rumah kaca, dimana hal tesebut itu tidak dapat dilakukan dan dicapai hanya oleh satu atau dua Negara maju, setiap negara harus mengambil bagian dan peran masing-masing dalam mencegah dampak perubahan iklim yang sangat parah terhadap lautan kita.
- Keamanan Maritim
Negara-negara perlu menyadari bahwa laut berfungsi sebagai sarana dan media transportasi serta sumber sumber daya maritim yang melimpah. Laut harus menjadi jalur yang aman untuk setiap kapal di dunia, terutama yang dianggap sebagai rute untuk navigasi internasional. Tidak ada satu pun negara di dunia yang dapat mengabaikan keamanan maritim karena merupakan kewajiban setiap negara berdaulat untuk mengamankan wilayah perairan nasioal dan perairan laut bebas dari setiap tindakan kriminal.
Ancaman tersebut termasuk pembajakan, perampokan bersenjata, aksi terorisme, kejahatan terorganisir transnasional (seperti perdagangan narkoba, perdagangan manusia, kerja paksa/perbudakan, perdagangan senjata api dan penyelundupan manusia), pencemaran laut dengan pembuangan limbah dan penangkapan ikan ilegal.
Setiap negara perlu bekerja sama untuk mengamankan laut, tidak ada satu negara yang bisa mendominasi laut di dunia dengan menegakkan hukum secara sendiri. Negara perlu bekerja sama satu sama lain dalam melakukan tindakan bersama termasuk patroli bersama di ZEE untuk mengamankan perbatasan dan menjamin bahwa tidak ada tindak kejahatan yang akan menghambat penggunaan serta pemanfaatan laut secara damai.
Selain itu negara-negara harus mengambil tindakan lanjutan termasuk untuk menahan, menangkap dan menuntut para pelaku untuk membuat efek jera bagi orang lain yang berencana melanggar hukum di laut. Tindakan berani yang dilakukan oleh Indonesia dalam bentuk penengelaman kapal penangkap ikan illegal yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia merupakan satu contoh bahwa kita tidak mentoleransi bentuk kejahatan apa pun yang terjadi di laut, termasuk upaya Indonesia dalam mengadvokasi penangkapan ikan ilegal dan kejahatan terkait perikanan lintas batas negara sebagai kejahatan lintas batas negara terorganisir.
- Polusi Maritim
Lingkungan kelautan telah mengalami kerusakan akibat dari suatu kesengajaan atau hal-hal yang tidak sengaja. Upaya hukum telah dilakukan dalam mencegah kerusakan lingkungan laut sejak konvensi internasional bidang kelautan digelar pertama kali, yaitu Konvensi Jenewa 1958, dari konvensi tersebut telah dirumuskan beberapa prinsip-prinsip yang kemudian tercantum di dalam UNCLOS 1982 khususnya dalam Bagian XII.
Namun faktanya laut masih juga tercemar akibat efek berkepanjangan dari pencemaran tanah yang tidak terkontrol. Konvensi tentang Polusi Tanah dinilai telah gagal karena tidak banyak negara di dunia meratifikasinya. Limbah dan sampah darat yang tumpah dan atau mengalir ke laut telah menjadi isu serius yang dihadapi oleh setiap negara di dunia. Puing-puing sampah plastik, tumpahan minyak, limbah berbahaya, ocean ghost gear atau benda asing yang mengotori lautan adalah salah satu sumber utama pencemaran linkungan laut.
Di samping itu upaya yang sedang dilakukan tidak hanya untuk mengurangi atau bahkan meninggalkan penggunaan plastik tetapi juga menciptakan teknologi baru untuk memperkenalkan pengelolaan limbah plastik dan alat penyaring efektif yang memiliki prinsip (mendaur ulang, menggunakan kembali, dll) termasuk bentuk usaha mencegah plastik untuk terbuang ke lautan.
Masalah utamanya adalah bagaimana cara mendorong budaya di dalam masyarakat untuk tidak membuang limbah mereka ke sungai yang pada akhirnya akan mengalir ke laut. Namun di luar hal tersebut terdapat banyak praktik yang tidak kita ketahui dari pembuangan limbah di laut bebas termasuk pembuangan limbah berbahaya, di mana tidak ada yurisdiksi negara mana pun yang akan berlaku kecuali bagi kapal yang mengibarkan bendera suatu negara.
Bahaya ini sudah sangat mengancam kondisi laut bumi kita. Maka diperlukan upaya serentak sekaligus kesadaran yang kuat bahwa tidak ada satu tindakan pun yang berhasil dalam memerangi sampah laut, kecuali dilakukan setiap negara di dunia secara meneyeluruh termasuk negara non pesisir. Dalam setiap konferensi berbagai janji dan komitmen telah diberikan dalam rangka usaha dan upaya mengurangi limbah polusi laut dan membuat lautan bersih kembali.
- Perikanan Berkelanjutan
Perikanan merupakan masalah utama bidang kelautan sejak diadopsinya UNCLOS 1982. Negara-negara di dunia yang duduk di meja negosiasi menyadari bahwa mereka perlu memiliki peraturan lebih lanjut melebihi peraturan yang tertulis di dalam UNCLOS 1982. Itulah sebabnya aturan untuk membentuk Regional Management Organization (RFMO) atauOrganisasi Manajemen Perikanan Regional diwujudkan pertama kali di dalam UNCLOS 1982.
Sumber daya perikanan yang sebelumnya diyakini melimpah dan tak terbatas sekarang terbukti langka dan terbatas. Penangkapan ikan berlebihan terjadi di seluruh dunia karena adanya praktik penangkapan ikan ilegal, serta penangkapan ikan yang tidak terkontrol yang disebut sebagai Illegal Unregulated and Unreported Fishing (IUUF) dan penangkapan ikan yang merusak. Walaupun terdapat banyak upaya internasional, regional dan lokal yang telah dilakukan terus menerus termasuk langkah-langkah oleh RFMO, namun permasalahan tersebut belum juga terselesaikan.
Salah satu langkah yang baru diperkenalkan adalah dengan cara mendorong transparansi data posisi kapal penangkap ikan di lautan menggunakan perangkat teknologi guna kepentingan pengawasan dan kontrol. Setiap negara diharapkan untuk mengungkapkan lokasi kapal penangkap ikan mereka dengan menggunakan data AIS dan VMS, sehingga lokasi kapal-kapal mereka dapat dilacak termasuk di mana mereka melakukan pemancingan atau berlayar.
Indonesia telah bekerja sama dengan Global Fishing Watch dalam membuat kegiatan penangkapan ikan secara transparan. Untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada sumber daya serta lingkungan laut maka perlu diperkenalkannya solusi berteknologi tinggi ramah lingkungan sebagai solusi yang tepat dalam menjawab permaslahan tersebut. Akan tetapi harus dipertimbangkan dan diperhatikan bahwa penggunaan teknologi tidak akan meningkatkan harga sumber bahan pangan dari laut untuk di konsumsi oleh masyarakat.
Ikan adalah makanan utama dan sumber protein dan nutrisi penduduk dunia oleh karena itu komoditas ikan harus selalu dijaga agar selalu berada di dalamrange harga yang terjangkau supaya dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, jika tidak dijaga maka hanya lapisan masyarakat tertentu saja yang bisa mendapatkan makanan laut sebagai menu di piring mereka.
Penelitian dan pengembangan untuk menciptakan teknologi baru tersebut harus didanai oleh pemerintah sebagai kewajiban mereka untuk memenuhi kebutuhan produk makanan laut yang aman dan berkelanjutan, serta untuk memastikan bahwa hak-hak dasar para nelayan terjaga dengan baik. Perlindungan hak asasi manusia para nelayan dan pekerja ikan perlu diatur dan dijamin oleh pemerintah terutama pemenuhan hak dan kewajiban mereka dalam rantai pasokan harus diawasi ketat oleh pemerintah.
Jika hal tersebut direalisasikan dengan sempurna maka tidak akan ada kerja paksa dan perdagangan manusia di industri makanan laut baik dalam bisnis penangkapan maupun di perusahaan pengolahan. Buruknya kondisi para nelayan dan pekerja perikanan harus diperbaiki, tentu hal tersebut membutuhkan lebih dari sekedar tindakan negara tunggal saja, akan tetapi membutuhkan kerjasama transnasional, karena untuk menjaga terpenuhinya hak-hak pekerja sudah menjadi tugas setiap pemerintah.
Konsumen harus diadvokasi untuk hanya membeli produk makanan laut yang dihasilkan dari praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan, yang telah tersertifikasi oleh dewan pengelolaan laut hal tersbut merupakan satu tindakan yang hanya perlu ditegakkan melalui skema kontrol permintaan pasar.
Pada akhirnya makanan laut masih perlu dalam harga yang terjangkau bagi masyarakat sehingga pemerintah tidak bisa dengan mudah meninggalkan kewajibannya dengan bertumpu pada biaya yang harus dibebani kepada rakyat. Ikan adalah untuk mata pencaharian, kita melindungi ikan karena kita perlu memenuhi kebutuhan jasmani utama kita. Keberlanjutan tidak berarti bahwa kita berhenti mengkonsumsi ikan, tetapi kita perlu menangkap ikan secara bertanggung jawab untuk membuat perikanan dapat berjalan, sehingga keberlanjutan di masa depan akan selalu terjamin.
Oleh karena itu Indonesia perlu memiliki rencana strategis untuk membuat rakyatnya sejahtera dengan tetap menjadi negara nelayan terbesar di dunia baik melalui industri perikanan tangkap maupun budidaya. Di dalam konferensi tersebut secara khusus juga dibahas mengenai program budidaya karang dan ikan ekosistem karang untuk memenuhi kebutuhan pasar akuarium, hal tersebut merupakan salah satu program inovatif untuk mencegah kerusakan keanekaragaman hayati laut.
Hal-hal di atas adalah beberapa topik utama yang dibahas di dalam Our Ocean Conference 2018, tahun 2019 para pemangku kepentingan laut akan bersidang lagi di Norwegia untuk meninjau kembali isu-isu yang sama dan mendiskusikan isu-isu baru yang muncul ke permukaan. Ada ratusan komitmen yang diberikan oleh negara, organisasi non-pemerintah serta masyarakat sipil di OOC 2018, namun kita perlu membuktikan dengan seksama apakah komitmen tersebut akan mendorong terciptanya beberapa gerakan substansial dalam penanganan isu-isu tersebut.
Para pemimpin berbicara tentang bagaimana mencapai manfaat ekonomi dari laut sambil melindungi lautan dari kehancuran. Ekonomi biru berkelanjutan perlu dicapai jika kita ingin melihat generasi kita berikutnya dapat menikmati hal yang sama dengan yang telah kita lihat dan alami saat ini dari laut, jika kita ingin melihat lautan yang sehat menjadi makanan laut yang berkelanjutan dan aman untuk dinikmati. Penambangan dasar laut dalam akan tetap dieksplorasi namun lingkungan laut tidak akan diracuni.
Energi terbarukan akan tetap dikembangkan tetapi laut tidak akan dihancurkan. Para pemimpin dunia telah berjanji dengan berkomitmen pada tindakan-tindakan tertentu, tetapi upaya tersebut jauh membutuhkan hal lebih dari itu. Ilmuwan perlu terus menciptakan dan memperkenalkan teknologi yang aman dan terbarukan, sarjana perlu tetap mengusulkan prinsip keberlanjutan ke masyarakat dan orang-orang perlu tetap memastikan bahwa tingkah perilaku mereka harus dilakukan secara bertanggung jawab untuk mencegah kerusakan laut.
Kesimpulannya adalah bahwa setiap orang di dunia harus sadar bahwa laut merupakan warisan milik kita bersama “OUR OCEAN OUR LEGACY”. Penghargaan tertinggi harus kita sampaikan kepada pemerintah Indonesia bahwa negara Indonesia telah memulai langkah kecil ke depan untuk kebaikan yang lebih besar tidak hanya untuk masyarakat Indonesia tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia.
*)Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D adalah Ahli Hukum Laut, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Artikel ini telah dimuat di https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c76169cc9164/our-ocean-conference-2018–sebuah-langkah-maju-oleh–prof-melda-kamil-ariadno