Menata Kerangka Restorative Justice dan Diversi terhadap Victimless Crime
Perdagangan gelap dan penyalahgunaan narkoba telah menjadi permasalahan yang sangat serius dan menyita perhatian seluruh komponen masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Presiden Republik Indonesia, pada akhir tahun 2014 bahkan dengan tegas telah menyatakan bahwa negara Indonesia berada dalam keadaan ‘darurat narkotika’.
Berbagai data juga mengungkapkan bahwa tindak pidana perdagangan gelap narkotika telah bersifat transnasional, dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang didukungg teknologi canggih, digerakan oleh jaringan organisasi dan sindikasi yang luas serta disokong pula dengan modal yang besar. Akibatnya, perdagangan gelap dengan tujuan agar narkotika disalahgunakan sudah banyak menelan korban terutama di kalangan generasi muda bangsa. Kenyataan tersebut sangat membahayakan bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Pendekatan hukum pidana murni dengan kebijakan pidana yang ditunjukan untuk menghukum pelaku tindak pidana narkoba yang selama ini mendominasi penanganan narkoba ternyata belum menghasilkan dampak dan kondisi yang diharapkan. Bahkan penjatuhan pidana yang berat oleh Mahkamah Agung dan eksekusi yang dilakukan negara terhadap pelaku tindak pidana peredaran dan perdagangan gelap narkoba belum menampakan hasil yang bermakna dalam mengurangi tindak pidana peredaran narkoba.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Simplexius Asa melakukan penelitian menggunakan studi dokumen, berupa penelusuran pustaka seperti, jurnal, laporan hasil penelitian dan literature. Dalam hal ini, Simplexius Asa telah melaksanakan suatu studi dokumen dengan perbandingan micro-analysis terhadap Portugal dan Australia guna menelaah kemungkinan pelaksanaan diversi berbasis pada restorative justice dalam mengatasi penyalagunaan narkoba sebagai kejahatan tanpa korban.
Hasil penelitiannya berhasil dipertahankan dengan baik di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Melda Kamil Ariadno, S.H., LL.M., Ph.D., dengan ketua pelaksana Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., Promotor Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., Ko-Promotor Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H., dengan Anggota Penguji Prof. H. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A., Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H., Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., Dr. Jufrina Rizal, S.H., M.A., Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H., Dr. Suhariyono AR, S.H., M.H pada Rabu, 10 Januari 2017 di Auditorium Djokosoetono FHUI, Kampus UI Depok.
Ada tiga temuan penting dalam studi ini. Pertama, penanganan terhadap penyalagunaan narkotika sebagai victimless crime sangatlah bervariasi, tergantung pada kebijakan penanggulangan penyalagunaan narkoba dapat dikelompokan dalam dua kategori, yakni regulasi dan kriminalisasi. Kedua, diversi berbasis restorative justice dapat diterapakan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang justice dapat diterapkan terhadap tindak pidana penyalagunaan narkoba yang dikategorikan sebagai victimless crime. Restorative justice adalah falsafah pemindaman sekaligus pendekatan penyelesaian tindak pidana sedangkan diversi adalah pengalihan kasus agar diselesaikan di luar Sistem Peradilan Pidana (SPP). Ketiga, berdasarkan beberapa pelajaran dari Portugal dan Australia, diversi berbasis restorative justice dapat diterapkan baik di dalam SPP maupun di luar SPP. Restorative justice adalah falsafah pemindanaan yang menghendaki adanya pemulihan menyeluruh terhadap dampak buruk yang dialami oleh pelaku, korban dan masyarakat. pendekatan restorative justice juga sesuai untuk diterapkan dalam kasus penyalahgunaan narkoba karena selaras dengan salah satu tujuan pemindanaan yang telah dirumuskan dalam Rancangan KUHP Nasional, bahwa pemindanaan bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Di akhir sidang, Prof. Melda Kamil Ariadno, S.H., LL.M., Ph.D., mengangkat Simplexius Asa sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Hukum dengan yudisium yang diperoleh sangat memuaskan Dr. Simplexius Asa adalah Doktor ke 250 yang dihasilkan oleh Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana FHUI merupakan Doktor ke 4 (dua) yang lulus di tahun 2018 dan Doktor ke 215 (dua ratus tiga belas) yang lulus setelah Program Pascasarjana dikembalikan ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia.