Doktor FHUI Kaji Sistem Outsourcing Pascaputusan MK No.27/PUU-IX/2011
Di era globalisasi dan ketatnya persaingan usaha saat ini, Indonesia membutuhkan sistem ketenagakerjaan yang fleksibel,efisien yang ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Perusahaan menggunakan outsourcing sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut agar bisa berkonsentrasi pada bisnis utamannya (core business). Di Jerman, Amerika, Inggris dan Jepang, outsourcing sangat diminati oleh pekerja, bahkan pekerja kerah putih karena hak-hak pekerja di negara tersebut cukup terlindungi dengan didukung oleh perangkat aturan yang komprehensif dan keadilan.
Sedangkan di Indonesia, pekerja outsourcing terutama yang berstatus Pekerja Kurun Waktu Tertentu (PKWT) merasa didiskriminalisasi dan kurang terlindungi. Untuk memperbaikinya, Mahkamah Konstitusi menerbitkan Putusan No. 27/PUU-IX/2017 yang melahirkan aturan mengenai jaminan kelangsungan bekerja (Transfer of Undertaking Protection of Employment –TUPE). Namun bagaimana membangun sistem outsourcing pascaputusan MK No. 27/PUU-IX/2011 memberikan rasa keadilan bagi para pengusaha outsourcing, perusahaan pengguna dan pekerja.
Berawal dari latar belakang permasalahan tersebut, Ike Farida melakukan penelitian ini dengan menganalisa efektifitas peraturan pascaputusan MK. No. 27/PUU-IX/2011 dapat memberikan keadilan bagi para pelakunya termasuk keadilan dalam penerapan dan praktiknya di Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam sila kelima Pancasila serta Pasal 27 ayat (2) dan 28D ayat (2) UUD 1945. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doctirnal yang didukung oleh penelitian non-doctrinal. Analisa dilakukan secara kualitatif berdasarkan pendekatan perundangan-undangan, pendekatan konsep, sejarah dan perbandingan hukum dari empat negara-negara maju.
Hasil penelitian mengenai pascaputusan MK No.27/PUU-IX/2011 ini dipaparkan Ike Farida pada sidang promosi doktornya Sabtu, 09 Desember 2017 di Auditorium Djokosoetono Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa putusdan MK juga menimbulkan masalah dan ketidakadilan baru bagi perusahaan serta kekosongan hukum yang menyebabkan para pelaku ragu dan bimbang untuk melaksanakan peraturan tersebut. akibatnya, aturan pascaputusan MK (termasuk TUPE) hanya dilaksanakan oleh sebagian kecil perusahaan. Bahkan di beberapa kota, sama sekali tidak dapat diterapkan.
Di akhir sidang, Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H., mengangkat Ike Farida sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Hukum dengan yudisium yang diperoleh Cum Laude.