Pembahasan mengenai pengujian undang-undang dari sudut pandang pembentukannya, atau sering dikenal dengan istilah pengujian formil masih sangat terbatas dalam literatur ilmu hukum di Indonesia, bahkan belum ada yang secara khusus membahas mengenai hal tersebut. Kajian literatur tentang uji konstitusionalitas, lebih banyak berbicara mengenai pengujian materiil.
Dalam praktiknya-pun pengujian formil di Mahkamah Konstitusi juga masih sangat sedikit diajukan oleh para pemohon dibanding pengujian materiil. Padahal pengujian formil juga sama pentingnya dalam mengimbangi dan mengendalikan proses pembentukan undang-undang yang terkadang terdapat gesekan-gesekan kepentingan politik praktis di dalamnya.
Hal inilah yang menjadi pemicu lahirnya buku ini yang akan membahas secara keseluruhan tentang pengujian formil UU. Penulisan buku ini dimaksudkan untuk mengisi khazanah ilmu hukum yang belum banyak dibahas oleh akademisi, mengenai penilaian konstitusionalitas suatu undang-undang ditinjau dari proses penyusunan hingga pengundangannya. Karena memahami konteks pengujian formil sangat berbeda dengan pengujian materiil.
Buku ini menjelaskan secara detail mengenai konsep dasar dan sejarah pengujian norma serta hubungannya dengan prinsip negara hukum. Selain itu juga terdapat pembahasan tentang aspek-aspek penting dalam pengujian formil dan pembentukan undang-undang seperti format naskah, penandatanganan/pengesahan formil UU, yurisdiksi kewenangan lembaga, hingga partisipasi masyarakat. Sehingga bukan hanya membahas secara teori, namun buku ini juga menyajikan proses dan prosedur pembentukan undang-undang yang nantinya menjadi rujukan praktis dalam menguji UU secara formil. Penulis juga memberikan perhatian lebih terhadap pentingnya format, pilihan bentuk produk hukum dan prosedural yang terkadang terlupakan oleh para pembuat peraturan perundang-undangan.
Sajian materi dan gagasan dalam buku ini terasa penuh karena ditulis langsung oleh Prof. Jimly Ashidiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pertama (2003-2008). Melalui buku ini, penulis menawarkan gagasan agar putusan pengujian formil dapat menetapkan status inkonstitusionalitas terbatas pada butir kesalahan yang bersangkutan saja dengan pertimbangan kebermanfaatan. Selain itu pengujian formil tidak dibatasi hanya pada prosedur pembentukannya semata, melainkan diperluas pada kesesuaian bentuk produk hukum yang menjadi bungkus dari materi muatan norma.
Sebagai tokoh penting dalam sejarah Mahkamah Konstitusi Indonesia, melalui buku ini, penulis juga memberikan pandangan kritisnya terhadap sistem perundang-undangan yang masih mencari titik idealnya terutama mengenai format yang belum ajeg terutama dalam beberapa praktik pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga sangat berpengaruh terhadap perbedaan pandangan dalam pengujian formil.
Harapannya buku ini dapat dibaca oleh para sarjana hukum dan dapat menjadi bahan diskursus lebih lanjut agar pembahasan pengujian formil semakin berkembang.