Depok, 26 Oktober 2022 – Fakultas Hukum Universitas Indonesia melalui Bidang Studi Hukum Internasional menyelenggarakan webinar untuk menyosialisasikan Rancangan Undang-undang Hukum Perdata Internasional. Semenjak Indonesia merdeka, pengaturan tentang HPI tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, baik peraturan zaman kolonial maupun pelbagai undang-undang. Kondisi ini ternyata tidak efektif untuk memberikan kepastian hukum dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semenjak beberapa tahun terakhir, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia berinisiatif untuk menyusun RUU HPI. Sesuai dengan tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, penyusunan ini dimulai dengan Naskah Akademik dan saat ini berada dalam tahapan akhir panitia antarkementerian untuk draf rancangan undang-undang.
Sosialisasi RUU HPI menjadi salah satu kesempatan untuk “mendidik bangsa tumbuh bersama”, sebagaimana tema Dies Natalis Ke-98 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Webinar ini dibuka langsung oleh Dekan FHUI, Dr. Edmon Makarim, S.Kom. Dalam kesempatannya, beliau menyatakan rasa gembiranya dan menyambut baik terselenggarakannya webinar yang menyosialisasikan RUU HPI, karena mengangkat topik aktual dan penting untuk Indonesia. Dalam keynote speech-nya Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Cahyo Rahadian Muzhar menyampaikan berbagai perkembangan pengaturan di bidang HPI serta upaya Pemerintah dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat.
“Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat sudah sewajarnya kita mempunyai suatu Undang-Undang khusus yang tersusun secara sistematis untuk mengatur persoalan-persoalan hukum perdata yang mempunyai unsur asing (Hukum Perdata Internasional) untuk menentukan hukum manakah yang berlaku dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum tersebut,” demikian diingatkan oleh Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, guru besar Hukum Perdata Internasional Universitas Indonesia
Menurut Prof. Zulfa, semua masalah hukum ini perlu dijawab melalui Undang-Undang Hukum Perdata Internasional yang akan datang. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Hukum Perdata Internasional ini, kiranya para ahli hukum akan memperoleh pegangan dan tidak perlu ragu lagi dalam menghadapi dan menyelesaikan hukum.
Persoalan-persoalan HPI tidak hanya terdiri dari kontrak internasional, namun juga mencakup antara lain status personal orang dan badan hukum, perkawinan dan perceraian, waris, hak perwalian, adopsi, perlindungan konsumen, yurisdiksi forum penyelesaian sengketa, pengakuan dan pelaksanaan putusan asing, dan kepentingan nasional Indonesia. Persoalan-persoalan ini akan semakin meningkat intensitas maupun kompleksitasnya.
Narasumber pertama, Dr. Liliek Prisbawono Adi, S.H., M.H, menyatakan bahwa secara umum bahwa pengadilan itu berwenang menangani perkara perdata yang ada unsur asingnya. Namun Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini menyoroti kebutuhan akan undang-undang yang memberikan kewenangan khusus dan kelebihan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendeponir, mengakui sekaligus mengeksekusi terhadap semua putusan arbitrase internasional.
Pembicara kedua, Daniel Ginting, LL.M. memaparkan tentang praktik yang berkembang belakangan ini dalam transaksi internasional. Managing Partner Ginting and Reksodiputro ini menyoroti perkembangan di negara tetangga yang patut menjadi perhatian dalam pengaturan HPI Indonesia.
Notaris Dr. Anne Gunadi M. Widjojo menunjukkan pentingnya isu-isu HPI dalam pembuatan akta notaris untuk kepastian hukum. Sementara akademisi Lita Arijati, LL.M, yang juga anggota tim penyusunan RUU HPI, menjelaskan inti pengaturan dalam RUU HPI yang mengakomodasi perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat.
Webinar ditutup dengan tanya-jawab, dan pemaparan oleh Ketua Bidang Studi Hukum Internasional Yu Un Oppusunggu, PhD tentang kontribusi Bidang Studi Hukum Internasional bagi perkembangan hukum Indonesia hampir satu abad ini. (Humas/aniapr)