Doktor FHUI Bahas Asuransi Tanggung Jawab Hukum Profesi Doktor
(Rabu, 20 Juli 2016) Ivonne Sheriman telah memaparkan dan mempertahankan disertasinya guna memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Hukum pada Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas Indonesia, pada Selasa, 19 Juli 2016 kemarin. Disertasi yang berjudul “Asuransi Tanggung Jawab Hukum Profesi Doktor” tersebut diuji oleh Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., yang juga berkedudukan sebagai Promotor, selanjutnya hadir kedua Ko-Promotor, yakni Prof. Dr. Agus Purwodianto, S.H., M.Si., SpF., dan Dr. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., selain itu, disertasi ini juga diuji oleh Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., Prof. Erman Rajagukguk, S.H., LL.M., Ph.D., Prof. Dr. Valerine J.L Kriekhoff, S.H., M.A., Prof. Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., Dr. Miftahul Huda, S.H., LL.M., dan Dr. Yetti Komalasari Dewi, S.H., MLI.
Seiring perkembangan zaman, hubungan antara dokter dan pasien pun mengalami transformasi. Awalnya, hubungan antara dokter dan pasien didasarkan pada prinsip father known best, atau dengan kata lain dokter tahu apa yang terbaik bagi pasien, sehingga hubungan yang terjalin di antara keduanya adalah hubungan yang bersifat paternalistic. Pada paternalistic, hubungan antara dokter dengan pasien tidak sederajat, hal tersebut disebabkan kontrol dan keputusan terhadap tindakan pengobatan terhadap pasien berada dalam kekuasaan dokter, dan pasien tunduk pada kekuasaan dokter tersebut. Berbeda dengan masa lampau, saat ini, hubungan antara dokter dan pasien lebih bersifat partnership, sehingga keduanya berada dalam posisi yang sejajar.
Dalam konteks hukum, hubungan yang terjalin antara dokter dan pasien merupakan hubungan keperdataan, khususnya, model hubungan yang tunduk pada hukum perikatan. Berubahnya pola hubungan dokter dengan pasien dan semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang hak-hak individunya dalam dunia kesehatan menyebabkan masyarakat tidak tinggal diam apabila terjadi peristiwa malpraktik, hal ini tercermin dari maraknya tuntutan pasien apabila kejadian malpraktik tersebut menimpanya.
Dokter dalam menjalankan kewajibannya rentan pada risiko medis. Salah satu cara untuk mengatasi risiko medis adalah dengan mengalihkan atau membagi risiko, yang saat ini banyak dilakukan melalui perjanjian asuransi. Dengan melakukan studi komparatif atau perbandingan dengan negara lain, yaitu Amerika Serikat dan New Zealand, Ivonne memberikan kesimpulan dalam disertasinya bahwa Amerika dan Indonesia memandang bahwa hubungan dokter dan pasien bukan merupakan suatu perjanjian dalam arti kontrak, sehingga tanggung jawab profesi dokter di Indonesia ditundukkan pada ketentuan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Setelah menjalani sidang terbuka selama satu jam, Ivonne berhasil memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Hukum dengan predikat yang sangat memuaskan. Dr. Ivonne Sheriman adalah Doktor ke-232 yang dihasilkan oleh Program Studi Ilmu Hukum.