"VOX POPULI VOX DEI" Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Fan-works dan Hak Cipta: Melanggar, tapi Kenapa Dibiarkan? Oleh Angga Priancha, S.H., LL.M.

Fakultas Hukum Universitas Indonesia > Berita > Fan-works dan Hak Cipta: Melanggar, tapi Kenapa Dibiarkan? Oleh Angga Priancha, S.H., LL.M.

Keberadaan fan-works sering menimbulkan polemik antara fans dan franchise-franchise hiburan besar. Fan-works atau Fan-Created-Works adalah ciptaan-ciptaan dari fans suatu franchise (waralaba) seperti Naruto, Harry Potter atau Batman yang terisnpsirasi dari franchise yang mereka gemari (Khaosaeng, 2019) (de Zwart, 2017). Tentu karya cipta ini umumnya erat substansinya dengan karakter atau universe di mana cerita franchise itu terjadi. Banyak fans menggunakan latar atau karakter tersebut untuk membuat fanfiction, ilustrasi fanworks, atau bahkan me-remix lagu tema dari francihise tersebut.

Yang menjadi masalah adalah, umumnya ilustrasi karakter dan ilustrasi dari universe franchise tersebut dilindungi oleh hak cipta yang dimiliki oleh para pencipta dan franchise-nya. Tentu jika kita lihat secara kasar, apa yang dilakukan oleh para fans dalam membuat fanworks adalah tanpa izin merupakan sebuah pelanggaran hak cipta. Akan tetapi, kenapa fanworks seakan dibiarkan berkembang sehingga kita bisa melihat budaya comic-con, doujin market, dan juga platform-platform fanworks berkembang?

Hak Cipta? Makhluk Apa Itu?

Sebelum kita membahas mengenai “kenapa fanworks bisa berkembang?” mungkin kita harus memahami terlebih dahulu apa aitu hak cipta. Hak Cipta atau Copyright adalah suatu hak kebendaan yang diakui oleh hukum untuk sebuah karya cipta manusia yang bersifat original di bidang literatur dan artistic (Deazley, 2004) (Sardjono, 2008) (World Intellectual Property Organization (WIPO), n.d.). Selain original, karya cipta tersebut haruslah juga yang sudah diekspresikan (terfiksasi) kepada suatu medium yang tetap. Medianya bisa berupa kertas, bentuk pahatan marmer, phonogram, film roll, atau rekaman digital.

Perlindungan yang diberikan kepada karya yang telah terfiksasi pada suatu medium tetap ini sesungguhnya terikat kepada konsep awal hak cipta dari terminologi aslinya, yaitu “Copyright.” Secara sederhana, copyright atau “Right to Copy” adalah perlindungan yang diberikan kepada pencipta untuk dapat melarang orang untuk menggandakan atau meng-copy ciptaanya. Yang berarti ide yang tidak dituangkan dalam bentuk nyata tidak dapat dilindungi oleh hak cipta. Ini dikarenakan ide bentuknya masih abstrak dan tidak bisa digandakan oleh mesin ataupun prakarya tangan.

Keberadaan aturan ini tentu dengan mempertimbangkan bahwa untuk bisa menikmati sebuah benda yang dilindungi oleh hak cipta, seseorang umumnya harus menggandakan ciptaan tersebut telebih dahulu. Sebagai contoh, untuk dapat menikmati buku, film ataupun music, kita umumnya menggandakan karya ciptanya sebelum dapat menikmatinya di perangkat kita masing-masing atau sebagai sebuah produk tunggal seperti copy dari sebuah buku.

Sebagai hak kebendaan, pemegang hak cipta dapat menikmati karyanya (benda miliknya) sesuai dengan keinginanya. Seperti kita memiliki smartphone, kita bisa saja menyewanya, membakar, atau menjual smartphone yang ia miliki. Dalam konteks hak cipta, pemilik hak cipta dapat membiarkan atau melarang orang untuk menggunakan, memodifikasi atau menggandakan ciptaanya.

Dalam fanworks, tentu jarang para fans yang meminta izin dalam membuat karya-karyanya. Umumnya para fans membuat fanworks atas dasar kegemaran, atau terinspirasi setelah menikmati franchise entertainment yang baru dirinya tonton. Karya-karya ini umumnya akan menggandakan beberapa aspek dari franchise seperti ilustrasi karakter, latar tempat ataupun lagu tema tanpa izin. Hal ini tentu secara kasar dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.

Memang sebagai hak kebendaan sang pemilik dapat melarang karyanya untuk digunakan ataupun membiarkanya dikreasikan oleh orang lain, dalam hal ini oleh para fans. Akan tetapi kira-kira apa hal yang memotivasi para franchise untuk membiarkan karyanya diubah dan digunakan oleh para fans?

Marketing Gratis

Fan-works dapat menjadi iklan gratis bagi franchise hiburan terkait. Keberadaan fans yang aktif dalam membuat fan-works secara tidak langsung memaparkan franchise tersebut pada orang-orang disekelilingnya. Apalagi jika hal tersebut di posting di media sosial. Hal ini membuat franchise tersebut mendapatkan eksposur dari fan-works para fans yang kemungkinan dapat menggait konsumen prospektif daripadanya.

Tidak hanya itu, fan-works juga dapat menjangkau tempat-tempat yang tadinya tidak dapat disentuh oleh franchise resminya, contohnya karena belum masuknya franchise tersebut secara resmi ke daerah atau negara tertentu (Rich, 2011) (Noda, 2008) (Schendl, 2016) (He, 2014). Yang berarti, keberadaan fan-works juga membantu pengkondisian konsumen untuk membeli ketika barang resminya masuk ke daerah tersebut. Sebagai contoh adalah berkembangnya popularitas banyak anime Jepang di Indonesia, yang bahkan sebelum acara tersebut belum masuk secara resmi.

Fan-works juga baik dalam mempertahankan animo konsumen untuk tetap semangat menonton acara resmi, mengetahui keberadaan merchandise resmi terbaru, dan menjaga kesetiaan terhadap franchise-nya (Tushnet, 1997).

Talent Scouting Untuk Diproduksi Di Masa Depan

Komunitas fans yang membuat fan-works dapat dijadikan sarana inkubasi talenta yang prospektif diproduksi di masa depan (Lam, 2010). Proses pembuatan fan-works di sini menjadi sarana belajar bagi para calon kreator konten professional untuk dapat mengasah bakatnya (Jenkins, 2013). Awalnya memang fan-artist akan memulai karya ciptanya dengan mengimitasi atau mencontoh ilustrasi dari karakter-karakter franchise yang ada. Namun seiring berjalanya waktu, banyak dari fan-artist ini akhirnya membuat karya original yang prospektif untuk diproduksi.

Dengan memupuk komunitas fans yang produktif dan menghasilkan karya yang baik, hal ini dapat membuat industri mudah untuk dapat mencari talenta baru. Keuntungan lainya adalah, dengan pengasahan bakat di komunitas fan-artist, ini berarti industri entertainment secara teori tidak perlu mengeluarkan sumber daya untuk melatih talent-talent baru untuk produksi. Bahkan, beberapa fan-artist yang sudah terkenal juga sudah memiliki fan-base yang terbentuk secara solid. Yang berarti, jika diproduksi, mereka juga sudah memiliki marketnya sendiri ketika diproduksi secara resmi dan ini bisa memotong biaya periklanan dalam produksi (Geary-Boehm, 2005).

Cost-Benefit: Melawan Fans = Melawan Konsumen

Harus diingat bahwa fan-artist tidak lain dan tidak bukan adalah fan dan konsumen dari sang franchise hiburant besar. Yang berarti melawan mereka sama seperti dengan melawan konsumen sendiri. Dalam hal ini para franchise besar juga harus bisa mempertahankan dinamika hubungan baik dengan konsumen.

Jangan sampai para franchise dengan semena-mena melarang partisipasi fans dalam berekspresi untuk hal yang mereka gemari. Ini dikarenakan hal tersebut bisa berakibat fatal bagi penjualan franchise. Sebagai contoh, Warner Brothers sempat mengalami kerugian yang signifikan akibat diboikot oleh para fans Harry Potter (Martens, 2019).

Para franchise harus menyadari bahwa para fans yang membuat fan-works ini adalah orang-orang yang mencintai produk mereka dan bukan bermaksud untuk menjadi pembajak. Sehingga mereka harus dapat menjaga hubungan yang baik antara kepentingan hak cipta mereka dengan relasinya dengan fans.

“Jangan bikin fan-art yang aneh-aneh ya.” (© 2018 Anime Uma Musume Pretty Derby Production Committee)Akan tetapi, para fans juga harus mengingat bahwa pemegang hak cipta memiliki kuasa penuh akan ciptaan yang ia miliki. Para franchise pemegang hak cipta memiliki hak untuk membiarkan ataupun melarang siapapun untuk menggunakan ciptaannya sesuai dengan kepentingan mereka.

Fan-works yang benar-benar dapat membahayakan suatu franchise tentu tidak akan dibiarkan oleh mereka dan akan diusut secara hukum. Sebagai contoh dari ini adalah fan-works pornografi dari franchise yang dikhususkan untuk anak-anak seperti Pokemon. Tentu pemegang franchise Pokemon akan merasa terancam jika ada fan-works konten dewasa yang dilandasi dari franchise-nya yang memiliki reputasi untuk menargetkan anak-anak sebagai konsumen (He, 2014; Mehra, 2002). Ini dikarenakan fan-works tersebut akan merusak citra reputasi franchise Pokemon yang sudah dibangun sejak lama.

Seperti para franchise yang menjaga hubungan baik dengan para fans, fans juga harus ingat bahwa mereka harus juga mendukung produser dari franchise kesukaanya. Jangan sampai fan-works yang dibuat merugikan kepentingan dari sang pencipta dan produser aslinya. Para fan-artist harus ingat bahwa fan-works buatan mereka ini seharusnya memang benar dilandaskan dari rasa cinta dari suatu franchise hiburan dan merupakan bentuk support untuk sang original artist dan produser agar dapat selalu membuat konten yang baik. Jangan sampai pembuatan fan-works didasari niat jahat untuk merusak reputasi ataupun merugikan pemilik dari hak cipta.

Oleh Angga Priancha | Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menggemari dan mendalami topik Kekayaan Intelektual dan Pop Culture.

Sumber: https://www.kaorinusantara.or.id/newsline/179356/opini-fan-works-mengapa-dibiarkan

About the author

➖ Kampus UI Depok Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Kampus FHUI Gedung A Depok 16424, Jawa Barat Telepon (021) 7270003, 7863288 Faks (021) 7270052. E-mail: humas-fh@ui.ac.id & lawschool@ui.ac.id ... ➖ Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 2, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta 10430 Tel : (021) 31909008 Faks : (021) 39899148
Humas FH UI