"VOX POPULI VOX DEI" Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Arah Pemberantasan Korupsi Era Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin

Fakultas Hukum Universitas Indonesia > Berita > Arah Pemberantasan Korupsi Era Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin

Jakarta, 9 Desember 2019 – Upaya pemberantasan korupsi era Pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin masih belum menunjukan performa terbaiknya. Lima program prioritas pemerintahan 2019-2024 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada Minggu, (20/10) tidak membahas mengenai pemberantasan korupsi. Padahal, sebagaimana naskah akademik yang dikeluarkan para ahli dengan judul “Surat Terbuka Kepada Presiden terkait Dampak Pelemahan Penindakan dan Pencegahan Korupsi” pembangunan tidak akan tercapai jika praktik korupsi marak di Indonesia.

Herzaky Mahendra Putra, Ketua ILUNI UI, menegaskan kalau korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Karenanya, perlu upaya-upaya luar biasa dalam memberantasnya. KPK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.30 tahun 2002 merupakan salah satu upaya luar biasa dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Selama ini, sepak terjang KPK memberikan harapan baru dalam pemberantasan korupsi di negara ini. Karena itu, KPK sebagai lembaga, terlepas dari siapapun komisioner dan ketuanya, seharusnya menyadari tanggung jawab besar yang diemban di pundaknya. KPK harus selalu menjaga integritas, independensi (menolak intervensi dari siapapun), dan bersikap adil (tidak tebang pilih).

Pemerintah, tutur Herzaky, harus lebih mampu menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat terkait pemberantasan korupsi. Pemerintah perlu memiliki sensitifitas tinggi akan harapan publik terhadap KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Upaya pencegahan memang penting, tapi jika kewenangan pemberantasan KPK terbonsai, publik menangkapnya sebagai menurunnya komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Mohammad Jibriel Avessina, Ketua Policy Center ILUNI UI, menambahkan kalau strategi komunikasi gerakan anti korupsi harus berubah sesuai dengan tantangan lingkungan strategis kekinian. Gerakan anti korupsi tidak boleh terjebak oleh romantisme masa lalu dan harus adaptif dengan perubahan. Policy Center ILUNI UI tetap konsisten melihat isu antikorupsi sebagai isu fokus yang penting menjadi perhatian bersama.

Satu catatan mengenai arah pemberantasan korupsi di era Pemerintahan Jokowi-Maruf adalah UU KPK. Akademisi FHUI, Junaedi Saibih, menilai UU KPK adalah desain baru untuk kelembagaan menjadi lemah dan bahkan cenderung ke arah lumpuh (design to be paralyzed). “Presiden jangan melupakan amanat reformasi, dimana isu korupsi merupakan perhatian utama. Ingat bahwa permasalahan korupsi, kolusi dan nepotisme yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan
sendi–sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Junaedi.

Sebagaimana amanat reformasi dalam Tap MPR VIII/2001, “Mendorong partisipasi masyarakat luas dalam mengawasi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang berbagai dugaan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan anggota masyarakat,” Junaedi menekankan seharusnya peran serta masyarakat diperkuat dalam UU KPK yang baru. Tapi, bagaimana dengan UU KPK yg baru? Segala hal yg berbau “publik” direvisi seperti dalam pasal 11. Perhatian publik tidak lagi menjadi indikator dalam wewenang KPK. Jangan biarkan reformasi dikorupsi, tegas Junaedi.

Di luar presiden dan KPK, partai politik bisa memegang peranan penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sayangnya, partai politik sejak 1999 belum mampu menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Parpol sendiri masih sibuk berkubang dalam berbagai permasalahan, terutama citranya yang lekat dengan tindakan korupsi, demikian Agun Gunandjar Sudarsa, Anggota DPR RI 2019-2024 dari Fraksi Golkar.

Agun menilai, kemauan dan kemampuan profesional parpol di era reformasi dalam membentuk dan memelihara konstituen masih rendah. Sebagian besar partai dekat dengan masyarakat karena membutuhkan suara dukungan dalam pemilu. Kurangnya kedekatan parpol dengan rakyat, membuat berkembangnya upaya politik transaksional (money politics) yang dianggap dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pragmatisme pemilih.

Selain itu, Agun juga mengemukakan partai politik sebagai pilar demokrasi harus kembali kepada falsafah demokrasi yang mana pengambilan keputusan harus dilakukan melalui mekanisme kolektif-kolegial. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya praktik oligarki dalam kepengurusan partai, yang bisa menumbuhkan benih-benih korupsi. Agun menyerukan pembenahan partai politik sebagai salah satu solusi dalam upaya pemberantasan korupsi yang semakin marak sejak reformasi digulirkan.

About the author

➖ Kampus UI Depok Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Kampus FHUI Gedung A Depok 16424, Jawa Barat Telepon (021) 7270003, 7863288 Faks (021) 7270052. E-mail: humas-fh@ui.ac.id & lawschool@ui.ac.id ... ➖ Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 2, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta 10430 Tel : (021) 31909008 Faks : (021) 39899148
Humas FH UI