"VOX POPULI VOX DEI" Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Penyitaan dan Perampasan Rekening Efek Oleh Dr. Arman Nefi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia > Berita > Penyitaan dan Perampasan Rekening Efek Oleh Dr. Arman Nefi

Penyitaan dan perampasan seharusnya dilakukan apabila syarat-syarat penyitaan dan perampasan menurut hukum terkait yang berlaku telah terpenuhi.

“In the end we must remember that no amount of rules or their enforcement will defeat those who struggle with justice on their side.” (Pada akhirnya kita harus ingat bahwa tidak ada jumlah peraturan atau penegakannya yang akan mengalahkan mereka yang berjuang dengan keadilan di sisi mereka) Nelson Mandela.

Kasus hukum Jiwasraya dan ASABRI tidak berhenti pada tersangka, terdakwa dan terpidana sebagaimana telah diumumkan di publik, masih ada rentetan lanjutan dan dampak dari kasus ini. Investor yang tidak mengerti, tidak memahami dan tidak punya hubungan apapun ikut menjadi korban.

Investor publik yang jumlahnya ribuan ikut terseret dalam pusaran kasus Asuransi Jiwasraya dan ASABRI. Bermula dari Jaksa JPU (Jaksa Penuntut Umum) tanpa memilih dan memilah terlebih dahulu mana yang termasuk Efek yang punya indikasi kuat terkait tindak pidana dan mana Efek yang tidak punya keterkaitan.

Pemilihan dan pemilahan mana Efek yang tersangkut dan mana yang tidak, haruslah hati-hati dan cermat menentukannya. Jangan sampai investor yang tidak ada indikasi sebaiknya rekening Efeknya segera diaktifkan agar dapat kembali melakukan transaksi di pasar modal. Melacak mana rekening Efek yang terindikasi kuat dan yang tidak tersangkut kasus tersebut saat ini sebenarnya tidaklah terlalu sulit.

Dengan bantuan teknologi informasi transaksi-transaksi di bursa dan kustodian tercatat dan terekam dengan baik. Silahkan pihak-pihak terkait berkoordinasi dalam rangka penegakan hukum tanpa ada kepentingan lain di luar hukum agar esensi keadilan benar-benar terwujud.

Prinsipnya setuju, yang terkait tindak pidana dan pelanggaran silahkan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku tetapi yang tidak terkait dengan tindak pidana janganlah dicari-cari pasal tertentu yang kurang relevan yang akhirnya menambah pekerjaan penegak hukum yang lain. Apabila rekayasa ini dilakukan, para pencari keadilan semakin tidak percaya dengan penegakan hukum di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rekening Efek

Kepemilikan rekening dalam aktivitas transaksi elektronik merupakan hal yang penting, termasuk dalam bisnis perdagangan Efek termasuk saham. Rekening yang dipakai untuk jual beli Efek di bursa efek disebut Rekening Efek. Rekening ini diberikan oleh perusahaan sekuritas kepada investor. Dengan kepemilikan Rekening Efek tersebut, investor secara otomatis dapat mengetahui posisi portofolio dan juga posisi keuangan investor pada perusahaan sekuritas tempat membuka rekening efek.

Pada saat akan melakukan penjualan atau pembelian efek, investor akan diminta atau mendapat konfirmasi. Melalui Rekening Efek tersebut, investor dapat melihat laporan bulanan mengenai Efek-Efek yang pernah ditransaksikan dalam periode tertentu, juga Efek apa saja yang saat ini menjadi aset kekayaan investor. Hal lainnya yang cukup penting adalah bahwa investor dapat mengetahui posisi keuangannya, termasuk laporan mengenai pembagian deviden, keuntungan, kondisi hutang jika ada dan prosentase dari masing-masing komponen tersebut.

Sub Rekening Efek

Sub Rekening Efek adalah Rekening Efek yang dimiliki oleh orang yang memiliki SID (Single Investor Identification), yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia), Rekening Efek ini digunakan untuk menyimpan portofolio Efek, dapat berupa saham, reksa dana, obligasi.

Penyitaan dan perampasan seharusnya dilakukan apabila syarat-syarat penyitaan dan perampasan menurut hukum terkait yang berlaku telah terpenuhi. Dari sisi pasar modal tentu akan merujuk pada tupoksi KSEI dalam UUPM (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal). Pasal 45, Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada Rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya.

Permintaan untuk memperoleh keterangan mengenai Rekening Efek dan Sub Rekening Efek nasabah sebagaimana dimaksud dalam UUPM diajukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung atau pejabat yang ditunjuk, dan Direktur Jenderal Pajak kepada BAPEPAM (sekarang OJK/Otoritas Jasa Keuangan) untuk memperoleh persetujuan dengan menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, hakim atau pejabat pajak, nama atau nomor pemegang rekening, sebab keterangan diperlukan, dan alasan permintaan dimaksud.

Apakah proses ini telah dilakukan dan dilalui pada tingkatan KSEI?, dan bekerjasama dengan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang diperbantukan di OJK?. Sepertinya tahapan ini belum dilakukan.

Kejaksaan Agung

Pihak Kejaksaan Agung telah melakukan proses hukum terhadap kasus Asuransi Jiwasraya dan ASABRI, mulai dari proses pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Kewenangan semua itu ada pada Kejaksaan. Namun akan lebih valid dan elegan jika Pihak Kejaksaan tidak mengabaikan amanat Pasal 27 Undang-Undang Tipikor, “Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung”.

Penjelasan Pasal 27, Yang dimaksud dengan “tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya”, antara lain tindak pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di bidang moneter dan keuangan yang: a. bersifat lintas sektoral; b. dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih; atau c. dilakukan oleh tersangka/terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Langkah ini sepertinya tidak dilakukan oleh Kejaksaan Agung, tidak ada informasi tentang pembentukan tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung, yakni dengan mengajak PPNS yang diperbantukan di OJK untuk melakukan serangkaian pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan secara bersama. Padahal kasus ini masuk kategori dugaan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, di antaranya adalah bidang pasar modal.

Sehingga wajar terjadi beberapa kesalahan dalam proses hukum, yang berakibat pada penyitaan dan perampasan terhadap kekayaan pihak ketiga yang tidak ada sangkut pautnya. Ada dugaan malpraktik hukum atau jika dianalogikan “dokter umum memeriksa/mengdiagnosis pasien yang menderita penyakit jantung”, bukan tidak boleh tetapi akan lebih valid dan elegan PPNS yang diperbantukan di OJK yang memang spesialisasinya masuk dalam tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung, sesuai amanat UU Tipikor.

Mahkamah Agung

Mengikuti proses hukum Asuransi Jiwasraya dan ASABRI, akhirnya mulai disadari bahwa ada beberapa proses hukum yang tidak sesuai. Apresiasi publik kepada Majelis Hakim yang menyidangkan kasus ASABRI yang menganalisis dan menyampaikan pernyataan yang dikutip media massa, “Kejaksaan RI saat melakukan proses penyitaan dilakukan secara serampangan antara aset-aset pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini”. Pernyataan ini adalah teguran yang sangat keras yang dilakukan Majelis Hakim kepada Jaksa Penuntut Umum. Di samping penggunaan dan penerapan pasal penuntutan yang tidak pas, sehingga terkesan kurang hati-hati dan mudah dikoreksi oleh Majelis Hakim.

Benteng terakhir penegakan hukum adalah Mahkamah Agung, akankah Mahkamah Agung dapat menjalankan amanahnya dengan baik? Memeriksa kembali proses hukum yang tidak tepat dan yang kurang tepat? Yang salah memang harus bertanggung jawab sesuai dengan kesalahannya, sementara yang tidak bersalah dan tidak melanggar hukum dikembalikan hak-hak dan nama baiknya, terutama pihak ketiga yang tidak ada hubungannya dengan kasus hukum Asuransi Jiwasraya dan ASABRI.

Solusi ke Depan

Ke depan, sebaiknya Kejaksaan Agung apabila menghadapi kasus serupa dan termasuk kriteria Pasal 27 UU Tipikor dan penjelasannya sebagai sesuatu yang diartikan dalam rangka memperkuat tim gabungan untuk proses pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan, sehingga keadilan dalam penegakan hukum itu marwahnya dirasakan oleh semua pihak. Jika masih diabaikan, apalagi cenderung one institution show, maka biasanya kebenaran itu akan mencari jalannya sendiri, nasehat serupa disampaikan oleh mendiang Presiden Nelson Mandela pada quote di awal tulisan ini.

*)Arman Nefi, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/a/penyitaan-dan-perampasan-rekening-efek-lt62be6f92d70a8?page=3

About the author

➖ Kampus UI Depok Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Kampus FHUI Gedung A Depok 16424, Jawa Barat Telepon (021) 7270003, 7863288 Faks (021) 7270052. E-mail: humas-fh@ui.ac.id & lawschool@ui.ac.id ... ➖ Kampus UI Salemba Gedung IASTH Lt. 2, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta 10430 Tel : (021) 31909008 Faks : (021) 39899148
Humas FH UI